Kamis, 24 November 2011

Sudah menjelang pagi, Ada apa dengan Parcen?? #II

Saat hati besar pergi, hati kecil dan hati sedang hanya bisa bengong tak mengerti. Garuk-garuk kepala, lalu akhirnya mereka cubit-cubitan. Namun anehnya Parcen gak merasa terganggu karena ulah mereka.

Diam lalu tersenyum
beralih pandang, sedikit geser pantat,
geleng-geleng kepala, rambutnya serta berayun
lalu bermuram durja
mata berkedip, tersenyum,
kembali bergeleng-geleng kepala 

Hati sedang dan hati kecil mengikuti semua gerak-gerik Parcen yang tak biasa itu. Biasanya Parcen selalu tersenyum, selalu ceria dalam keadaan apapun. Bahkan Parcen tidak menangis kala kakek tersayangnya pulang  Ke Rahmatullah. Saat ditanya oleh Parti kenapa dia tidak menangis, Parcen menjawab dengan santai dan terlihat sangat tabah yaitu karena Parcen kakeknya pulang dengan hati yang tenang, dan juga tersenyum. karena kalau yang ditinggal oleh kakek menangis dan gak ikhlas atas kepergiannya maka kakek akan berat untuk melangkah dan melakuan segala aktivitas yang sudah harus dilakukan di dunia lain itu. Dan ajaibnya, Parti mulai mengurangi tangisan derasnya dan Parti tidak guling-guling lagi karena menangis. Parcen senang atas hal itu, lalu mereka berpelukan. 

Tapi, kenapa Parcen sekarang tak lagi seperti Parcen yang dulu? 
wajahnya tampak berkerut seperti orang yang tak tau arah, berkerut-kerut menyiratkan banyak hal dan masalah yang sedang menghampiri dirinya. Hati kecil dan hati sedang yang dari tadi ribut mendebatkan ada apa dengan Parcen tiba-tiba sepakat memandang Parcen dengan hati iba. 

"Bagaimana kalau kita hampiri Parcen?" tanya Hati kecil melas.
"Ngapain? nanti kalau dia malah nangis gimana?" jawab hati sedang melas juga.
"Kan bagus malah.. nanti kita siapkan dada kita yang lapang buat Parcen agar dia bersandar pada kita, terus Parcen bercerita mengungkapkan semua kegundahannya pada kita, kayak di film-film picisan itu lho... " jawab hati kecil dengan semangat. 
"itu kan kalo cowoknya.. la ini, siapa loe?" jawab hati sedang meremehkan. 
"Tapi kan......" 
"Tapi apa?" hati besar menyela dan memandang hati kecil.
mereka berdua akhirnya saling pandang dan tertawa terbahak... hahahahahahahahaha

"bagaimana kita bisa melakukan itu semua?" tanya hati kecil menyadarkan.
Dan akhirnya mereka berduapun sadar bahwa mereka bukan manusia biasa... 
"Apa yang harus kita lakukan agar Parcen bisa kembali seperti semula?" gumanya hampir bersamaan.

Rabu, 23 November 2011

Sudah Menjelang Pagi, Ada apa dengan Parcen??

Sudah jam 2.30, namun Parcen belum juga bisa memejamkan mata. entah mengapa, mata itu tak bisa lelap. padahal dipake belajar atau baca bukupun pasti sungguh enggan. Akhirnya dia melamun, menghabiskan malam penuh tiada guna.
"Eits... siapa bilang tiada guna?" bantah hati kecil. Meski Parcen melamun, tapi banyak hal yang bergelayut dalam pikirnya, dan kadang ada solusi atau jurus jitu yang lewat atau nyantol dalam pikirnya. Dan akhirnya Parcen senyum-senyum sendiri layaknya Saropah yang akhir-akhir ini sering berkeliaran di daerah Bulumanis dan sekitarnya sambil bernyanyi dan senyum-senyum gak jelas.
"Tu kan... Parcen jadi gila.... " bantah hati setengah."Senyum-senyum kagak jela gitu kok dibilang ada guna... mending Parcen tidur aja..." lanjut hati setengah.
"Eh.. pada ngributin apa to kalian ini..?" tiba-tiba hati besar nimbrung.
"Itu lho Parcen......." jawab mereka bersamaa.
 "emang kenapa Parcen?" Hati besar kagak nyambung.
"Parcen sedang bertapa.... mencari inspirasi." jawab hati kecil sambil tersenyum bangga.
"Tidak!! Parcen itu gila... tu kan senyum-senyum kagak jelas." Hati setengah tak mau kalah.
"Ah kalian memang masih kecil." Hati besar menjawab sekenanya.
"lho kok?" tanya mereka sambil garuk-garuk kepala yang gak gatel.
Hati besar tersenyum puas, dan meninggalkan kedua hati yang masih bingung...


Sebenarnya ada apa dengan Parcen???

Minggu, 13 November 2011

Namun Sayang, Semua Ini Bukan Mimpi


Aku tak akan memaksamu untuk mencintaiku. Tapi aku hanya ingin kamu memberi aku kesempatan untuk mengungkapkan perasaan. Aku tak akan pernah peduli kalau nanti kamu akan benci padaku atau kamu akan menjadikan aku sebagai musuh hidupmu. Aku tak akan peduli sama sekali, yang penting kamu memberi kesempatan untukku.
“ Hai, Bram. Kamu ngapain disini?” tanyaku pada Bram yang sedang berdiri tidak bersemangat ditepi pintu kelasku.
“Aku menunggumu,San.” jawabnya lesu.
“Menungguku? Buat apa?” tanyaku tak mengerti.
“Aku pengen ngomong sesuatu. Kalau kamu bersedia, sekarang kita ke kantin yuk.” Ajak Bram sambil menyeret tanganku.
“Tapi, Bram..” aku mencoba mengelak dan mengambil tanganku kembali. Namun, dia terlalu kuat memegang tanganku jadi mau tak mau aku tetap mengikuti langkahnya yang panjang-panjang.
Sesampai di kantin aku hanya diam tak banyak bicara. Begitu juga dengan Bram, dia hanya diam dan sesekali tampak melirikku.
Aku mulai jengah dengan keadaan seperti ini. Maka dengan hati yang tak karuan aku mencoba membuka mulut.
“ Katanya mau ngomong. Kok malah diam?” tanyaku sambil memandangnya yang tampak lesu.
Hanya desahan nafas panjang yang dia berikan, lalu dia tersenyum sambil memandangku dan kembali pada sikap awalnya, diam.
“Kamu kenapa, Bram? Apakah ucapanku seminggu yang lalu telah mengganggumu?” tanyaku mulai menduga-duga. Aku jadi teringat kejadian seminggu yang lalu, dengan kenekatan aku menyatakan perasaanku pada Bram. Tanpa tedeng aling-aling dan sangat gamblang aku mengatakan perasaan cintaku pada Bram. Aku jadi geli dan sedikit menyesal kalau mengingat hal itu. Bagaimanapun juga aku cewek normal yang masih menjunjung tinggi adat ketimuran. Tapi, aku tak ingin menyesal di hari kemudian hanya karena menyimpan cinta yang tak tersampaikan. Aku tak ingin hidup dalam kepura-puraan.
“San, aku ingin bicara sesuatu padamu. Tapi, kukira tidak sekarang. Mungkin lusa.” Lalu dia meninggalkanku dalam sendiri.
Huh, gimana sih. Tadi memaksa, e sekarang mebiarkan aku begitu saja. Enak saja kau mempermainkan aku. Hatiku sangat kesal dengan perlakuannya yang seenak udelnya itu. Padahal hari ini aku ada janji dengan omku yang baru pulang dari Beijing. Akupun terlonjak kaget menyadari jarum jam yang sudah nangkring di angka 03.15. Oh no.... mati aku! Berarti aku tadi hanya duduk gak jelas selama kurang lebih 1 Jam? Rese banget tu si Bram. Mentang-mentang aku suka padanya terus dikira semua waktuku hanya untuk dia.. tidak Bram! Jangan anggap aku sama dengan cewek lain. Aku segera mengambil langkah seribu dan segera mengendarai motor bebekku yang sudah tua. Aku melaju dengn hati dongkol, namun ada perasaan bahagia yang diam-diam menyusup dalam relung jiwaku.
 Sesampai dirumah ternyata benar, omku yang cakep, yang baru saja pulang dari luar negeri dan menyelesaikan S2nya dijurusan Manajemen Ekonomi itu sudah berkacak pinggang dengan memamerkan wajah manyunnya. Aku hanya cengar-cengir lalu menyapa om Bejo.
“ Siang, om. Maaf ya Sania baru pulang. Tadi ada trouble di sekolah. Jadi Sania harus menyelesaikannya dulu.” Lalu aku segera meluncur kedalam kamar tanpa menunggu jawaban omku dan aku berdandan ala kadarnya, sekedar menghilangkan minyak yang mulai membanjiri wajah imutku.
“Sania cepatlah sedikit. Ommu sudah menunggu tu didalam mobil. Kayaknya dia sudah pengen segera menikmati pemandangan yang ada di sudut kota Pati ini.” Ibu tiba-tiba masuk kedalam kamarku yang memang tidak terkunci dengan membawa secangkir susu milo kesukaanku.
“iya, bu. Ini Sania sedang siap-siap kok.” Jawabku enteng lalu langsung mengambil milo yang dibawa ibu dan cepat-cepat aku meneguknya. Lalu, dalam hitungan menit aku sudah duduk disamping omku yang masih berwajah muram. Namun, ketika om Bejo menyadari aku duduk riang disampingnya, om Bejo langsung menyunggingkan senyum termanisnya.
“ Sudah siap?” tanyanya basa-basi.
“ Sudah, om. Ayo sekarang kita meluncur menelusuri kota pati dan pelosok yang ada  di perbatasan kota Pati dengan Jepara, Kudus, Purwodadi, Rembang, dan Blora.” Aku menjawab antusias meski tahu bahwa dalam hitungan jam aku tak akan bisa menelusuri semua itu. Karena kota Pati sangat luas, belum lagi desa-desa yang ada di kota Pati itu. Uh... bayak dan luas sekali, dan aku belum pernah menjelajahi semua sudut yang ada di Pati.
“ Kamu itu gak berubah dari dulu ya. Selalu riang dan gak pernah punya beban. Apa sudah ada cowok yang beruntung memilikimu?” tanya om Bejo tiba-tiba.
“ Yaelah, om. Kok segitu amat sih. Sania kan sudah berubah, om. Sekarang lihat dandanan Sania. Sudah gak kayak dulu lagi kan.” Jawabku sekenanya.
Om Bejo tersenyum menyadari perubahan fisikku yang semakin sempurna. Lalu, om Bejo mengacak rambut cepakku dan melanjutkan menyetirnya dengan sangat santai.
“ Lho, om, kok ke Kajen? Mau ngapain,om?” tanyaku sedikit kesal karena tadi om tidak bilang kalau mau ke Kajen. Kalau tahu mau ke Kajen aku pasti tidak menggunakan kostum yang lebih cocok di pakai di pantai. Karena tahulh Kajen itu tempatnya para Santri yang belajar ilmu agama. Kalau aku pakai baju serba terbuka gini kan gak enak. Sungutku dalam hati.
“ Ayo. Ikut turun nggak”? tanya om sambil melongokkan kepalanya di jendela pintu mobil yang terbuka.
“ Tapi, om, Sania kan kayak gini.” Jawabku polos sambil menunduk melihat kaos ketatku.
“ Yaudah gak pa-pa. Tu di kursi belakang ada jaket. Kamu bisa memakainya kalau kamu memang malu berkostum seperti itu. Tapi kamu cantik kok kayak gitu.” Jawab omku genit sambil mengerlingkan matanya.
Dengan ogah-ogahan aku mengambil jaket yang di maksud omku. Lalu aku turun dengan langkah gontai.
Namun, tiba-tiba mataku kembali mengerling ceria.
“ Om, tunggu sebentar disini.” Aku meninggalkan omku dalam kebingungan.
Dalam hitungan detik aku sudah kembali dengan wajah yang berbeda. Kini aku tampil layaknya santri yang sedang berbondong-bondang sambil membawa buku tebal-tebal yang sering mereka sebut kitab kuning.
Omku hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat perubahanku.
“ Dari mana kamu dapatkan itu semua, San?” tanya om Bejo sambil melihat baju yang kupakai. Ya, kini aku memakai baju berkurung lengkap dengan atribut kerudung dan bros manisnya yang berwarna biru.
“ hahaha, om, om. Kayak gak tau Sania aja. Kan sania banyak kenalan di sini.” Jawabku sambil tersenyum manis dan berlagak anggun.
“ Kamu cantik memakai baju seperti itu. Tampak lebih anggun dan santun.” Om Bejo memujiku.
Tiba-tiba aku tersipu malu. Karena jujur, banyak yang bilang aku lebih cantik memakai baju muslimah. Dengan kerudung yang di tata layaknya Inneke Koeserawati, baju kurung dan celana sedang yang membalut tubuh idealku. Aku tampak sebagai gadis anggun yang dewasa. namun, aku segera tak mengindahkan kata-kata omku.
“ Kita mau kemana ni, om?” tanyaku mengalihkan topik.
Om Bejo tampak bingung mencari jawaban yang pas. Tapi, om Bejo malah meminta aku supaya menggandeng tangannya sebelum kami memasuku sebuah rumah makan sederhana.
Aku dan om Bejo masuk sambil tertawa-tawa mesra, dan di deretan ujung tampak ada cewek yang memerhatikan kami dengan wajah yang sedikit di lipat kebawah.
“Assalamu’alaikum, Fara.” Sapa om Bejo pada gadis yang sedang melipat wajahnya. Aku sendiri tak tau siapa gadis manis itu.
“ Siapa, om?” tanyaku berbisik. Namun om Bejo tidak memperdulikan pertanyaanku. Lalu om Bejo mempersilahkan aku duduk di sampingnya. Aku sedikit risi dengan yang dilakukan om Bejo. Gimana tidak? Aku diperlakukan layaknya permaisuri. Padahal aku adalah keponakannya. Tapi aku hanya menuruti perintahnya saja.
“Wa’alaikum salam, mas Bima.” Jawabnya sopan namun sambil menyembunyikan wajahnya yang masih menyiratkan kemurungan. Memang benar kalau gadis yang dipanggil Fara itu memanggil om Bejo dengan panggilan mas Bima. Karena nama om Bejo sebenarnya Bima Prawira. Entah gimana ceritanya akupun gak begitu paham kenapa dari nama yang bagus itu om Bejo bisa di panggil Bejo. Tapi kata ibuku semua itu terjadi begitu saja karena alur nasibnya yang sering mendapat keberuntungan atau bejo dalam istilah jawanya.
“oya kenalkan, ini Sania.” Om Bejo memperkenalkan aku pada cewek manis yang ada di hadapan om.
“Calon istri mas Bima ya?” tanyanya menyelidik.
“Ya,,,, begitulah kira-kira.” Jawab om Bima sambil mengerlingkan matanya kearahku. Aku terlonjak kaget dengan jawaban itu, namun om Bima segera mencubit tanganku memberi isyarat. Dan akupun langsung paham apa yang dimaksudkan omku itu. Maka, aku segera  melakukan apa yang harus kulakukan meski sebelumnya gak ada perjanjian kalau aku harus berakting sebagai calon istrinya.
“ Perkenalkan saya Sania Prasidyawati.” Aku mengulurkan tangan padanya.
“Aku Fara. Jawabnya sambil menjabat tanganku.
Perbincanganpun terjadi diantara kami. Namun terasa ada yang kaku antara aku dan Fara. Fara sedikit sinis terhadap aku. Sebenarnya aku ingin segera menyudahi aktingku yang terkesan berlebihan itu, namun om Bejo hanya tersenyum jika sudah melihat wajah Fara yang memperlihatkan cemburunya. Begitu juga dengan aku yang rada geli dengan hal konyol ini. Entah apa yang ada dipikiran om Bejo aku tak pernah tahu.
“ Fara, aku pengen kita ngobrol berdua saja. Bolehkah?” tanya omku pelan.
“Berdua saja? Kenapa harus berdua? Terus Sania gimana?” tanya Fara sedikit kaget namun ada juga kebahagiaan yang terpancar dalam wajah manisnya.
“ Sania ya biar menyingkir kemana gitu dong. Iya kan San?” jawab om sekenanya.
“Iya, gak papa.” Jawabku santai. Namun aku merasa seperi kulit kacang yang dibuang setelah isinya diambil. Namun bukan om Bejo kalau gak seperti itu. Maka tanpa menunggu komando yang kedua kalinya aku segera berdiri meninggalkan mereka berdua.
“ Jangan pergi jauh-jauh lho, San. Aku Cuma butuh waktu sebenta saja.” Om Bejo mengingtkanku.
“ Sip deh.” Jawabku sambil berlalu.
Aku tak tahu kenapa om Bejo melakukan hal konyol itu. Tiba-tiba aku disuruh berakting jadi calon istrinya, tapi sekarang disuruh pergi meninggalkan mereka hanya berdua. Sebenarnya siapa ya Fara itu? Tanyaku dalam batin. Setauku om Bejo itu belum punya cewek ataupun caln istri deh. Tapi siapa ya dia?
Aku masih saja membatin dalam ketidaktahuanku. Namun aku segera mencari tempat yang asyik buat duduk. Lalu aku memutuskan pergi ke butik baju milik kenalan omku yang dulu, beberapa tahun yang lalu sering kukunjungi bersama keluarga ketika aku menengok om Bejo yang masih sekolah di SMA Mathali’ul Falah dan bertempat tinggal di asrama putra Mathal’ul Falah.
Waktu semakin sore. Akupun pamit untuk pulang. Dan betapa kagetnya aku ketika melihat om Bejo dan Fara terlihat tampak tertawa-tawa akrab. Namun, kebingunganku ku tahan sampai nanti ketika waktu sudah memihak padaku untuk bertanya banyak.
“Kenapa?” tanya om melihat aku yang bingung pada perjalanan pulang kami.
“Tadi siapa, om?” Tanyaku polos.
Lalu perjalanan kami terasa begitu cepat, dan tiba-tiba saja sudah sampai didepan rumah. Semua itu  karena om bercerita banyak tentang gadis ayu tadi beserta perjalanan hidupnya yang akhirnya dia bisa sampai lulus S2 jurusan Manajemen Ekonomi. Ternyata cewek tadi adalah putri guru om Bejo yang sudah merekomendasikan om agar bisa kuliah di China dari S1 sampai S2. Sedangkan Fara sudah lulus S2 jurusan Kedokteran. Dan om Bejo berjanji pada gurunya untuk menemui putrinya jika sudah lulus kuliah untuk segera di pinang. Aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana tadi ekspresi wajah Fara ketika tahu bahwa dia telah dibohongi om Bejo.
“Terus gimana kelanjutannya, om? Apakah Fara akan menjadi calon tanteku?” tanyaku dengan jahil.
“ Lihat saja nanti...” Jawab om Bejo membuatku penasaran lalu turun dari mobil.
Aku bersungut mendengar jawaban itu, namun aku segera masuk kamar dan  samar-samar dari dalam aku mendengar ibuku berkomentar kalau aku cantik dengan busana muslimah. Aku tersipu sendiri mendengar itu, lalu aku mematut diri didepan cermin. Aku trkesiap melihat diriku. Ouh..... cantik juga aku. Pikirku dalam hati sambil tersenyum.
Malam hari badanku terasa capek sekali, dan sulit sekali untukku memejamkan mata. Dalam keadaanku yang tidak berdaya itu tiba-tiba aku teringat kejadian tadi siang di sekolah. Ada apa dengan Bram? Apakah dia akan bilang bahwa dia juga cinta aku? Atau.............. apakah dia akan bilang kalau dia membenciku. Aku benar-benar diambang kegundahan. Namun, dalam kegundahan itu aku merasakan angin malam yang semilir secara lembut membelai rambut dan seluruh ragaku, karena ada message di HP miniku.
Sania, maaf tadi siang aku membuatmu bingung. Sebenarnya bukan itu maksudku. Aku hanya ingin bilang bahwa aku juga sayang kamu. Besok pulang sekolah ku tunggu kamu di taman belakang sekolah. Bram.
Waktu yang ku tunggu-tunggupun tiba. Bel sekolah tanda pulang telah berbunyi. Hore... aku bahagia sekali karena aku akan segera menemui Bram, cowok yang sudah lama ku taksir. Maka buru-buru aku menyeret kaki agar segera sampai di taman belakang. Namun apa yang kulihat sungguh diluar dugaanku. Kakiku bergetar, ingin rasanya tubuhku ini jatuh. Namun, aku meyakinkan hatiku bahwa itu semua bukanlah kenyataan. Maka kupaksa kakiku agar mendekati apa yang ada di tengah taman itu. Namun sayang, semua ini bukan mimpi. Semua ini kenyataan. Tuhan........ kuatkan hatiku. Kini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat dengan nyata dan bukan lagi gosip murahan seperti yang ku dengar disudut ruang setiap hari, bahwa Bram cowok Play Boy. Dan bodohnya aku tak pernah percaya semua itu. Aku terlalu percaya bahwa Bram cowok baik yang sangat lembut dan perhatian. Namun, semua salah. Kini, dengan air mata yang hampir terjatuh dari pelupuk mata aku melihat Bram sedang bermesraan dengan wanita lain. Lalu, tanpa bersuara aku segera lari meninggalkan mereka sambil terisak. Sayup-sayup ku dengar dari kejauhan Bram berteriak “Sania, jangan tinggalkan aku. Aku hanya mencintaimu seorang...”


By,
Cenung Hasanah

Rabu, 09 November 2011

Tentang rinduku untuk kedua ortu yang ada di pulau sebrang



Ini dia gambar bapk dan ibu tersayang... 
Jasa mereka dan kerja keras mereka untuk masa depan ankanya tiada lagi bisa terbayar...


Disini saya tidak bisa banyak berbuat, hanya berdoa, berusaha, dan belajar untuk mencapai cita-cita dan masa depan.


bapak-ibu, trimakasih untuk semuanya...








"kali ini saya membuka file dan menemukan puisi saya satu tahun yang lalu tentang kerinduan saya pada ibu dan ayah. namun, disini saya hanya menuliskan puisi tentang ibu, mungkin dan semoga saja puisi un tuk seorang ayah akan segera bisa tertuangkan dalam tulisan...... "


Mak
Aku rindu belaianmu, aku rindu cubitanmu
Bila kau tau, mak
tentang apa yang ku rasa
Tak ingin ku jauh dari dekapmu
Aku ingin selalu kau peluk
Tiap saat aku membutuhkan

Mak
Tanganmu yang kekal membuat perasaan nyaman
Disetiap elusmu
Jarimu yang gempal membuat pantat seperti di elus
Disetiap cubitmu
Namun sayang, kau tak pernah mencubit 
Sekalipun aku melakukan salah
Kau akan tersenyum, dan itu membuatku rikuh
Mengutuk diri sendiri

Mak
Kau wanita yang lembut, dibalik tatap mata yang tajam
Kau wanita periang, dibalik cakap yang kadang kelewat 

Mak
Aku kesal, aku mendengus, 
Tak ada yang menyuapi aku
Aku makan sendirian, meski tangan sebenarnya tak ingin
Banyak nasi beterbangan entah ke mana 
Tak masuk sesuai sasaran

Mak
Perutku lapar hatiku kerontang
Jiwaku rindu mulutku tak lagi mengadu

Benar katamu mak
Aku harus sabar sampai waktu berpihak
Lalu aku kan puaskan diri memelukmu
Dan aku siap untuk kau rutuk
Supaya hati puas, supaya rindu tak lagi menggelayut


Teruntuk makku yang ada di pulau seberang
Yogya, 2602’10
Rindu yang terulang dan terasa sama dalam guyuran hujan nan dingin.
November, 092011
"I mIss U, Mom.., I MIss UU dad...."
Cenung_ngaos

Jumat, 04 November 2011

Rinduku


cenung_ngaos@yahoo.co.id

Curhatku,
Ada rindu dihati
Ketika mata tak lagi menatap
Ketika kata tak lagi bersapa
Hanya ada angan tuk lagi berjumpa

Satu masa telah kita lewati
Dengan kebersamaan yang begitu manis
Canda tawa selalu menghias
Di hari nun penuh makna

Sekarang aku sendiri
Di siang melonglong
Ada suara namun terasa sunyi
Ada cerita namun terasa hampa

Ya allah…..
Ada rindu di hati
Ada angan di fikir
 ada harap dalam do’a 
Tuk gapai kasih-Mu
Tuk capai peluk-Mu

By,
cenung_ngaos
111109

Minggu, 06 Maret 2011

Paninggaran #part IV (pemotongan sapi)


Dunia ini panggung sandiwara. banyak hal yang terjadi di dunia ini dengan atau sepengetahuan kita...

Minggu, 23 januari 2011.

Matahari tampaknya sudah mulai menampakkan senyumnya, namun dingin ini tak juga kunjung pergi. Dengan mata yang berat sayapun bangun karena waktu sudah menunjukkan jam 05 kurang seperempat.
Saya langsung kekamar mandi. namun karena dingin dan di dapur ada api, maka saya duduk sebentar di depan api untuk menghangatkan tubuh. Ibu sudah selesai memasak. Kali ini ibu membuat mi goreng, mi rebus, dan sambal teri. Aahh,,, benar –benar menggoda untuk dimakan. Lalu saya langsung kekamar mandi, dan kemudian saya makan bareng-bareng dengan partner dan juga anak ibu yang paling kecil. Karena hari ini hari minggu jadi anak ibu yang kecil dan ketiga ponakannya libur sekolah. Mereka nonton TV bersama teman-temannya. Selesai makan, bapak mengantarkan Lia dan Santi pergi sekolah. Dan ibu kerumah tetangga untuk rewang.  

Sekitar jam delapan saya kekamar mandi untuk mandi karena nanti jam setengah sepuluh saya harus pergi ke madrasah tempat anak ibu sekolah MTS Salafiyah Paninggaran (setingkat SMP). Saya akan menghadiri kumpulan wali murid kelas IX Mts. Saya berangkat dari rumah sekitar jam setengah sepuluh pagi. Saya diantar bapak dengan naik sepeda motornya yang bermerk Vega. Bapak menitipkan sepeda motornya dirumah saudaranya yang ada di Simbang, yaitu rumah pak Selamet yang mempunyai pondok pesantren. jadi saya harus turun jalan kaki sampai Simbang terlebih dahulu. Bapak jalan lebih dulu dan saya menyusul turun kebawah bersama anak bapak yang paling kecil, yaitu Mala. Sepanjang perjalanan saya berjumpa dengan anak-anak kecil yang bermain-main. Ada juga seorang ibu-ibu yang menggendong anaknya. Anaknya tampak sedang mengantuk dan ibunya menina bobokan dengan diayun dalam gendongannya dan diberi ASI. Kami saling bertegur sapa dan saya melanjutkan perjalanan saya. Sepanjang perjalanan, Mala banyak bercerita tentang jalan setapak yang kami lewati. Jalan setapak tersebut sangat curam dan disamping kanan kiri ada pohon dan kalen. Ketika sampai di perbatasan Sidomas dan Simbang, Mala bercerita bahwa dijalanan tersebut sangat berbahaya karena kadang ada ulat yang melata. Ulat tersebut kadang datang dari pohon dan tumbuh-tumbuhan yang ada pinggir jalan. Atau datang dati kebun – kebun yang ada disekitarnya.

Sesampai di jembatan yang menjadi perbatasan Sidomas dan Simbang saya melihat bapak yang sudah menunggu dengan sepeda motornya. Saya langsung naik di bagian belakang dan Mala di depan bapak. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar setengah jam. Sepanjang jalan saya sangat menikmati keindahan yang tersajikan sambil sesekali mengobrol dengan bapak. Selain keindahan alamnya yang begitu mempesona, saya juga menemukan kenyataan hidup yang begitu mengharukan entah menyedihkan. Bagaimana tidak? Saya melihat seorang kakek-kakek tua dengan kulit tubuhnya yang sudah berkerut dan bajunya yang kumal sedang memikul rumput di bahunya yang merupakan hasil ngaritnya untuk pakan ternak. saya juga melihat anak kecil yang usianya sekitar 11 tahun dengan memakai celana warna hitam yang sudah kusam dan kaos oblongnya yang klowor berwarna biru tua sedang mencangkul pasir untuk dikumpulkan. Ada juga seorang nenek yang sedang menjemur padi. Ah,,, dunia memang sungguh lengkap dengan adegannya.

Sekitar jam sepuluh saya sampai di kecamatan Paninggaran. Saya melihat keramaian yang begitu berbeda dengan di dusun yang saya tempati. Banyak orang berlalu lalang dengan naik sepeda motor, bus, ataupun doplak. Kebetulan hari ini adalah hari minggu wage, jadi wayah pasaran. Pasar tampak ramai, banyak penjual dan pengunjung. Pasar di paninggaran memang ramenya adalah ketika pasaran dalam hitungan jawa jatuh pada pasaran wage. Saya melihat banyak orang yang membawa barang belanjaan. Mereka semua tampak dari belanja di pasar. Di sebelah kiri jalan, ada puskesmas dan ada beberapa orang yang sedang duduk-duduk didepannya. Disamping puskesmas adalah kantir kecamatan di kantor kecamatan tampak ramai banyak pemuda-pemudi. Dan tampaknya ada beberapa teman TPL yang sedang duduk-duduk di depan kantor kecamatan. Namun karena saya kurang memperhatikan dan saya sedang di bonceng bapak naik motor jadi saya tak ambil pusing dengan siapa saja yang sedang duduk di depan kantor tersebut.

Sekolahan MTS masih masuk kira-kira 100m dari jalan raya. Jalan masuknyapun tidak sebagus jalan raya Paninggaran, karena jalan (gang) masuk kesekolahan jalannya berbatu dan tidak beraspal. Sesampai disekolahan MTS Salafiyah Paninggaran, murid-murid sudah dibubarkan dari aktivitas belajarnya karena kelas digunakan untuk kumpulan. Saya sudah ditunggu oleh Lia di depan pintu masuk sekolah. Lalu saya diantar masuk ke tempat kumpulan wali murid. Tempat yang digunakan untuk kumpulan adalah ruang kelas IX d, yaitu ruang kelas Lia.

Sampai dikelas saya langsung mencari tempat duduk. Dan saya memilih tempat duduk no 3 yang kebetulan masih kosong. Wali murid saling berdatangan. Dan disamping saya ada seorang nenek yang ternyata bernama mbah Warsih, sebagai wali murid dari Lumeneng yang bernama Harti. Harti adalah cucu mbah Warsih. Dirumah mbah Warsih tinggal bersama tiga cucunya yang ditinggal oleh bapaknya bekerja di pabrik Pekalongan. Saya dengan mbah Warsih mengobrol dengan asyiknya sampai acara kumpulan dimulai. Acara kumpulan ini termasuk molor. Karena undangan sebenarnya adalah jam 10.00, dan acara baru dimulai sekitar jam setenga11. Acara dibukan oleh staf guru yang sekaligus sebagai panitia ujian sekolah. Beliau menjelaskan tentang aturan ujian sekolah, ujian nasional, dan segala hal yang diperlukan oleh murid kelas IX. Lalu acara diserahkan kepada panitia inti ujian, yaitu Pak Wahid. Beliau menjelaskan perincian biaya dan pada akhirnya mengusulkan biaya yang harus dibayar per murid sebesar 95.000,00 dan harus dibayar  paling lambat tanggal 31 januari 2010. Pak Wahid meminta persetujuan dari wali murid, karena kumpulan tersebut adalah untuk bermusyawarah demi masa depan anak-anak semua. Pertama banyak yang tidak setuju atas waktu yang ditentukan, karena batas waktu tersebut terlalu cepat, yaitu hanya satu minggu. Namun, dari berbagai pertimbangan yang diperjelaskan lagi oleh pak Wahid akhirnya wali muridpun menyetujuinya meski masih ada beberapa yang keberatan. Acara selesai sampai jam setengah dua belas siang. Saya keluar dari ruang kumpulan, dan ternyata Lia masih menunggu saya di ruang depan. Lia tidak pulang bersama bapak yang tadi mengantar saya karena bapak sudah membonceng dua anak, yaitu Mala yang tadi bareng saya dari rumah dan Santi yang kelas VII mts Salafiyah Paninggaran. Saya pulang bersama Lia berjalan kaki dan di kantor kecamatan saya bertemu dengan beberapa teman TPL yang sedang berkumpul, diantaranya ada Hendi, Ardan, Hana, Pindo, dan ada beberapa yang tidak saya kenal. Kata Hana mereka berkumpul secara tidak disengaja. Saya menghampiri mereka sebentar lalu saya berpamitan untuk pulang lebih dulu. Sebelum pulang saya sempatkan mampir pasar untuk beli jajan. Saat itu, sudah siang. Jadi pasar suah sepi. Banyak penjual yang sudah pulang. Saya muter-muter mencari jajan pasar, tapi jajan yang saya cari tidak ada. Jadi, saya masuk ke penjual jajan chiki-chikian dan saya beli permen milkita satu pak, kwaci satu renteng, dan better satu renteng. Setelah itu, saya pulang dengan naik ojek. Kebetulan ojek yang saya naiki dengan Lia adalah tetangga Lia sendiri, namanya kang Budi. Dia berasal dari Sragen. Kami naik motor satu untuk bertiga. Istilahnya adalah cenglu. Namun, semua itu tak masalah karena dia sudah terbiasa. Motornya yaitu Jupiter Z.

Saya sampai rumah sekitar jam setengah satu. Saya turun dari dijembatan perbatasan Sidomas dan Simbang. Saya dan lia berjalan lagi kira-kira setengah kilometer untuk sampai rumah yang berada di Sidomas. Saya sangat capai karena jalannya naik dan berbatuan. Di jalan, saya melihat ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya dan ada ibu-ibu yang sedang menyuapi anaknya. Di jalan naik menuju rumah, batur (jalan tangga = naik) depan mushola banyak anak kecil yang sedang bermain, dan ada juga bapak-bapak serta pemuda desa yang sedang sibuk ngangkutin salon dan peralatan treteg buat acara mantenan. Sesampai dirumah, rumah tampak sepi. Saya langsung masuk kamar dan beberapa menit kemudian bapak pulang dari rumah tetangga yang sedang membuat treteg buat mantenan tersebut. Anak kecil yang tadinya diluar juga tiba-tiba saling masuk dan nonton TV. Kebetulan saya tadi dari pasar beli jajan, lalu mereka saya beri jajan satu-satu.
Sekitar jam setengah dua saya makan siang. Setelah selesai makan siang, saya dikamar ingin istirahat. Namun, saya tidak bisa tidur siang karena rumah rame dengan anak-anak yang sedang main. Dan dikamar saya ada Lia, Santi dan Mala, dan beberapa anak tetangga. Lalu kami bermain rame-rame dikamar.

Dirumah tetangga sudah mulai banyak yang berdatangan untuk rewang. Begitu juga dirumah ibu digunakan untuk memasak nasi. Habis magrib direncanakan untuk memotong sapi yang akan digunakan untuk acara mantenan. Namun, karena hujan jadi acara motong sapinya diundur sampai hujan reda. Sampai isyak, ternyata gerimis masih saja turun. Lalu bapak-bapak yang mau motong sapi membuat treteg agar motong sapinya bisa berjalan dengan baik. Sementara yang lain membuat treteg, bapak Slamet sebagai pak yai yang memotong sapi duduk dirumah ibu bersama bapak untuk menunggu tretegnya selesai. Diruang tamu ibu, banyak anak-anak yang nonton Tv. Lalu saya juga nggabung dengan anak-anak. lalu saya ngobrol dengan pak Yai yang kebetulan mempunyai pondok pesantren di Sidomas. Beliau bertanya asal saya. Lalu beliau bercerita tentang pesantrennya, bahwa dipondoknya ada banyak santri yang mengaji. Santri tersebut datang dari berbagai daerah, dan kebanyakan dari pemalang. Atau pekalongan dan sekitarnya. Adapun santri yang bermukim dipondok adalah santri laki-laki, baik santri laki-laki kecil ataupun besar. Waktu istirahat bagi santri adalah tergantung pada pak yai. Jika pak yai capek dan ngaji diliburkan, maka santri bisa beristirahat. Ada juga santri perempuan. Namun santri perempuan kebanyakan adalah warga Simbang dan mereka tidak bermukim di pondok. Mereka datang ke pondok hanya untuk mengaji dan setelah selasai mengaji, mereka pulang kerumah masing-masing.

Setelah tretegnya selesai, dan hujannyapun sudah reda maka beliau bergegas untuk memotong sapi. Acara pemotongan dilaksanakan di sebelah barat rumah ibu. Pemotongan sapi ini dilaksanakan pada malam hari karena dagingnya akan digunakan untuk menjamu tamu yang datang di acara mantenan esok hari. Pak yai memotong sapi dengan hati-hati dan diawali dengan membaca basmallah dan do’a. 
pemotongan sapi

Selesai memotong sapi, pak yai kembali kerumah ibu menunggu hujan reda agar bisa pulang rumah. Bapak-bapak yang lain melanjutkan untuk godeg sapi. Sayapun kembali masuk rumah setelah puas melihat acara pemotongan sapi. Karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, saya bergegas masuk kamar untuk menjumpai alam mimpi yang indah...  namun diluar sangat ramai dan saya tidak bisa tidur. Akhirnya saya memutuskan untuk bermain game dan jam sebelas saya keluar kemamar mandi. Ternyata diluar masih banyak orang yang sedang masak nasi, dan juga memasak daging. Setelah itu, saya kembali masuk kamar untuk tidur. selamat malam...

Sabtu, 05 Maret 2011

Paninggaran #part III (Penampungan air dari pegunungan)


tiga hari selanjutnya, setelah ku nikmati kehidupan didalam rumah bersama keluarga sederhana yang selalu mensyukuri keadaan dan kenikmatan dalam hidup, kini mulai ku buka mata, telinga dan juga mulai ku langkahkan kaki untuk menapaki jalan setapak demi melihat pemandangan di Sidomas dan sekitarnya.

selamat mengikuti  petualangan Cenung....

Sabtu, 22 januari 2011

Ouh.. saya kesiangan.. saya bangun pukul 06.00. untung saya lagi gak sholat..... bangun tidur saya langsung ke dapur bantu ibu yang masih sibuk masak. Setelah semua selesai saya langsung sarapan pagi.
Sekitar pukul 07.00 saya dikamar untuk menulis data harian. Saya senang kalau dikamar karena kamar saya berada dipinggir dan saya bisa langsung melihat pemandangan di luar. Sementara saya dikamar, bapak merapikan kamar yaitu memoles lantai kamar yang dengan semen, sedangkan ibu rewang dirumah tetangga. Sekitar pukul 08.00 ibu masuk kamar membawakan jenang (makanan yang terbuat dari ketan) yang dibawa dari rumah tetangga. Setelah sedikit saya memakan jenang tersebut, saya langsung kekamar mandi untuk mandi. Ketika saya mau kekamar mandi, saya bertemu bapak yang sedang menata kamar. bapak berkata kalau mau ke Paninggaran beli semen dan foto untuk membuat kartu pemilihan Bupati. Lalu bapak menawari saya mau nitip sesuatu apa tidak. Saya pun menjawab kalau saya tidak titip karena saya kira belum ada kebutuhan yang harus saya beli. Semua kebuhutan sudah saya bawa dari jogja. Setelah mandi, saya bersih-bersih kamar dan meneruskan menulis data harian.

  Sekitar pukul 09.30 saya keliling kearah barat, perjalanan ini sangat membuat saya kagum akan keindahan alam ini. Ternyata dusun Sidomas ini dikelilingi pegunungan yang sangat rindang. Saya juga melihat penampungan air yang digunakan warga untuk menyalurkan air yang digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari. Penampungan air  tersebut dari pegunungan, dan setiap satu penampungan bisa digunakan sekitar 18 keluarga untuk menyalurkan air. Disini saya bertemu dengan seorang ibu-ibu yang memerikasa keadaan saluran airnya. Ternyata salurannya buntu karena tersumbat sesuatu. Ibu tersebut bilang bahwa “air disini tidak pernah berhenti mengalir. Kalaupun berhenti mengalir pasti karena salurannya tersumbat sesuatu” kata ibu dengan logat khas ngapaknya.
penampungan air 

Setelah puas saya menikmati penampungan tersebut, Saya berjalan terus ke barat, di sana saya bertemu dengan seorang ibu-ibu lagi yang sedang menjemur padi hasil panen. Di dusun Sido mas menunjukkan bahwa masih sangat kental budaya jawanya, dalam hal ini yiatu ramah tamahnya warga yang saya jumpai. Ibu yang menjemur padi tadi menyapa saya dan kami saling berbincang. Ibu tersebut mengaku bahwa padi yang dijemur adalah padi saudaranya. Ibu tersebut belum panen. Selesai saya berbincang dengan ibu-ibu tadi, saya berjalan lagi kebarat, saya menemui banyak hal disana, ada anak-anak kecil yang bermain ayam, ada anak perempuan yang menggendong adiknya di depan rumah, dan saya juga menemui beberapa gerombol petani yang sedang memanen padinya. Cara memanennya masih sangat tradisional, karena para petani tersebut memanen dengan cara memukulkan padinya pada kayu yang digunakan sebagai alatnya setelah itu, sisa –sisa padi yang masih  menempel pada batangnya lalu ditumbuk agar padinya tidak terbuang sia-sia. Selain itu, ada banyak juga bapak-bapak yang memikul rumput hasil ngarit untuk makanan ternaknya. Setelah itu, saya berjalan lagi, dan ternyata perjalanan saya sampai didusun sebelah, yaitu dusun mlumbungan. Ah, ternyata jauh juga perjalanan saya. Senang...... namun karena gerimis, saya memutuskan untuk putar balik, yaitu pulang kerumah saja.

Sesampai di rumah, sekitar jam duabelas. Dan ternyata di rumah sedang ada tamu pamong desa sedang berbincang-bincang dengan partner saya dan ibu. lalu saya bergabung dengan mereka. Bapak pamong desa banyak bercerita tentang desa Winduaji. Beliau berkata bahwa desa winduaji merupakan desa yang ormas islamnya terkuat dibanding desa –desa lain yang ada di Paninggaran. Setelah itu, kami langsung makan bersama. Menu makan siang ini sangat istimewa menurut saya. Sebenarnya makanannya sederhana, tapi untuk cuaca dingin seperti ini, menu sambal bawang dengan lauk ikan pindang dan nasi hangat sangatlah nikmat. Apalagi melihat pak pamong yang makannya begitu nikmat dengan tambahan lalap, yaitu jengkol. Memang, jengkol adalah lalap yang digemari oleh keluarga di Sidomas. Selain memang banyak pohonnya, jengkol juga bisa meningkatkan nafsu makan.

Sekiar pukul dua, saya turun kebawah (arah timur), yaitu mau ke dusun Simbang. Tadinya saya mau membeli perdana XL dan sekaligus mengantar partner yang mau ngasih mantol kepada Hendi. Karena hujan, saya menggunakan payung yang selalu saya bawa kemanapun saya pergi. Saya menapaki jalan setapak yang begitu licin dan curam. Mengerikan sekali jalanan yang menuju Simbang ini, berbeda dengan jalan yang menuju dusun mlumbungan. Jalan yang menuju Simbang ini berbatu dan berkelok-kelok, sangat curam dan jarang dilalui kendaraan. Ketika perjalanan saya hampir sampai di jembatan yang menjadi batasan antara dusun Sidomas dengan simbang, saya berjumpa Hendi yang tadinya mau keteku di Simbang. Akhirnya kami ngobrol sebentar dengan Hendi. Ketika itu, Hendi mengendarai honda Yamaha Jupiter Z milik pak dukuhnya. Karena hujan dan dingin, tidak sadar kami malah berbelok arah untuk pulang, saya lupa akan tujuan awal yang satu, yaitu  membeli kartu perdana. Ya sudah tak apa. Akhirnya saya tetap jalan keatas menapaki jalanan yang licin. Sepanjang perjalanan saya melihat rumah yang berjejer-jejer. Bentuk rumahnya hampir sama satu sama lain, yaitu berbentuk minimalis dan terbuat dari kayu.

Saya juga menemui seorang ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya didepan rumahnya. Anaknya perempuan dan baru berusia 4 bulan. Hal ini juga menguatkan akan keramahan penduduk Sidomas, karena ibu trsebut menyapa saya dan partner saya. Akhinya saya mampir sebentar. Ada sesuatu yang membuat saya heran, yaitu saya melihat telinga bayi kecil itu tidak dipakaikan anting-anting mas seperti kebanyakan bayi kecil yang saya lihat dirumah ataupun dijogja. Namun, telinga bayi kecil tersebut di beri benang warna hijau yang dilingkarkan pada kedua telingan bayi kecil tersebut.

Saya juga melihat angsa yang dengan asyiknya bermain dijalanan. Selain itu, ada juga cowok-cowok ABG yang iseng menggoda ketika saya sedang berjalan. suara mereka terdengar sampai telinga saya “cewek.... wah mesti orak cak kenek kuwi..”. aih,,, logatnya bisa membuatku tersenyum. Sesampai dirumah, ada Pak tua, tetangga sekaligus saudara ibu  yang sedang makan bersama dengan bapak dan ibu. Saya menyapa kakek yang memakai baju warna hitam dan memakia sarung itu. Lalu saya masuk kamar untuk istirahat. Namun, siang ini saya tidak bisa tidur karena anak-anak ibu dan juga Pak Tua ternyata sedang menonton pengajian “goro-goro” dari semarang. Mereka menonton pengajian tersebut dari Cd yang di nyalakan di VCd player. Saya mendengarkan dari dalam kamar, karena selain pengajiannya seru, suara Tvnya juga keras, sehingga membuat saya tidak bisa tidur dan ingin mengikuti alur pengajian tersebut.
Sore hari, sekitar jam setengah lima saya kebelakang. Sebelum saya masuk kekamar mandi, saya melihat bapak dan ibu sedang asyik didapur. Bapak sedang menyiapkan kabel yang nantinya mau digunakan dirumah tetangga yang mantenan. Ibu sedang memasak, lalu saya duduk didepan api untuk menghangatkan badan. Setelah badan saya sudah mulai hangat, saya masuk kamar mandi.. Saat itu, Santi dan Lia sedang menyetrika.

Sekitar jam lima saya bermain dengan anak-anak ibu yang sedang nonton film spongebob, arti sahabat, dan pinguin madagaskar. Sinyal TV yang bisa memang hanya Indosiar, RCTI, da Global TV. Jadi, acara TV yang dilihat hanya di tiga stasiun TV tersebut. kalau melihat acara lain di TV, mereka menonton CD. Koleksi Cd dirumah ada beberapa macam, ada pengajian dari semarang yang judulnya goro-goro, ada lagu dangdutan, ada juga band-band lama seperti Wali dan ungu, dan juga ada beberapa kartun yang tampaknya suah usang.
Waktu magrib anak-anak pergi ke mushola untuk sholat magrib berjamaah, namun kali ini bapak dan ibu tidak pergi ke mushola karena ada saudara yang datnag. Mereka masih mengobrol. Selain itu, anaknya yang paling kecil, yang berumur 9 tahun juga tidak pergi ke mushola. Lalu saya mengajari membaca pelajaran agama dan bercerita tentang apa yang sudah dibaca  oleh anak ibu yang paling kecil. Sampai keponakan ibu yang laki-laki datang, saya masih bersama dengan anak ibu yang paling kecil. Setelah itu, mereka semua belajar untuk pelajaran esok hari. Lalu saya diajak makan bersama oleh bapak dan ibu. Kali ini porsi makan saya lumayan banyak karena suasana dingin memang dengan cepat membuat perut lapar. Saya memakan dengan lahap makanan yang tersedia. Kali ini ibu membuat sambel ikan panggang, ada ikan pindang, dan juga tempe. Dan pasti, suatu keharusan buat bapak adalah adanya jengkol sebagai pelengkap makan. Oya, karena yang makan jengkol hanya bapak, jadi malam itu bapak membuat sambal bawang sendiri buat melengkapi menu malamnya.

Selesai makan anak-anak ibu yang besar datang dari mengaji. Mereka langsung makan malam. Namun, bapak melarang Lia, anak ibu yang paling besar untuk makan karena masih ada tanggungan yang harus diselesaikan Lia, yaitu mencari senter yang dari dari sore dicari tidak ketemu. Setelah semua anggota keluarga berputar-putar mencari senter, ternyata Santi, keponakan bapak menemukan senternya di rak piring. Ah,, memang dasar Lia teledor.... setelah ketemu, Lia dan Santi makan malam. Dan mbak karomah, tetangga ibu yang mau menikah  juga datang minta di SMS kan kepenjual pulsa. Kebetulan yang punya no  hp penjual pulsa memang hanya keluarga ibu.
setelah isyak, bapak mengantarkan pulang saudaranya yang orang simbang dengan membawa senter. Ibu dan mbak Karomah masih mengobrol, lalu saya menggabung dengan anak-anak yang menonton TV. Acar yang ditonton malam inipun tidak beda jauh dengan malam-malam sebelumnya, yaitu nada-nada cinta, Cinta Fitri, dan OVJ.
Jam 09.00 malam saya masuk kamar. sebelumnya saya kekamar mandi untuk pipis dan cuci muka. bapak juga tampaknya sudah siap untuk tidur, begitu juga dengan ibu. Karena keduanya sudah memakia jaket tebal dan sarung. Anak-anak ibu juga sudah pada bersiap untuk tidur. Selamat malam semuanya...

Kamis, 03 Maret 2011

Cenung_Ngaos: Ondhol adalah makanan khas Paninggaran

Cenung_Ngaos: Ondhol adalah makanan khas Paninggaran: "Hidup adalah rangkaian cerita yang tiada batas..., indah untuk dikenang dan juga manis untuk disimpan. ada cerita dalam hembusan nafas, bany..."

Ondhol adalah makanan khas Paninggaran

Hidup adalah rangkaian cerita yang tiada batas..., indah untuk dikenang dan juga manis untuk disimpan.
ada cerita dalam hembusan nafas, banyak kenangan dalam hitungan detik. begitu juga dengan Cenung, sungguh tiada akan habis cerita dalam hidup, baik manis, pahit, senang, ataupun duka.
Karena begitulah adanya hidup, yang selalu ada kenikmatan juga kebahagiaan dalam rasa syukur yang ada dalam jiwa setiap insan.
satu cerita untuk kalian semua...
selamat menikmati petualangan di Paninggaran...

 Jum’at 21 januari 2011
Hari kedua dirumah ibu. Saya bangun jam 05.30 dan saya langsung masuk kamar mandi buat mandi. (dingin banget...)). Saya lihat ibu sedang masak, tapi maaf banget bu, saya harus mandi jadi pasti gak bisa bantu ibu. Benar saja habis mandi ibu sudah selesai masaknya. Sekitar Jam 06.00 anak-anak sudah siap-siap sekolah kecuali Sinta dan Lia katena mereka berdua sekolah di MTS, jadi pada hari jum’at mereka libur. Sekitar jam setengah 7 saya duduk diluar bersama ibu. Saya dan ibu bercerita tentang keadaan desa. ibu banyak menceritakan dusunnya, bahwa sebelah barat dari dusun Sidomas adalah dusun Lumbung. Selain itu, kalau pagi-pagi selalu dingin. Airnya juga gak pernah kekeringan meskipun musim kemarau karena airnya langsung turun dari pegunungan (ah, yang ini beda banget ma di rumahku yang tiap musim kemarau pasti kekeringan sampai para petani enggan ke sawah). Konon kata bapak dan ibu, iuran yang dikenakan untuk membayar air ini sebesar tiga ribu rupiah perbulan (murah banget ya...??)
sekitar jam tujuh Kurang seperempat saya menikmati sarapan pagi, disini makanannya penuh gizi meskipun masakannnya jenis masakan yang sederhana. Seperti pagi ini, sarapan yang terhidangkan adalah mie goreng, telur, tempe, dan ada ikan pindang. Minumannya adalah teh hangat. Wah.. benar-benar mantab...
Bapak sendiri sibuk dengan kerjaannya, yaitu membenahi rumah bersama tukang kayu yang disewa. Selain menggeser kamar, rumah bagian belakang (dapur), dinding rumah bagian barat juga dibenahi yaitu dipaku ulang agar lebih kuat. Oya, ada yang belum saya ceritakan. Rumah bu bau ini berbentuk minimalis dan sederhana. Dinding rumahnya terbuat dari papan kayu yang papannya dibuat dengan gaya tidur. Lantainya terbuat dari ubin, atapnya genting (kenthÄ›ng press). Usuk sama rusuknya terbuat dari bambu. Rumahnya terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama yaitu rumah depan yang dibagi menjadi lima ruangan, ruang pertama ruang tamu yang sekaligus menjadi tempat nonton TV dan berkumpulnya keluarga. Diruang ini ada dua meja besar dan meja kecil, ada kursi kayu dan kursi plastik yang biasanya digunakan duduk-duduk dan mempersilahkan tamu, kamar tidurnya ada tiga.  bagian depan (selatan) tempat tidur bapak dan ibu, bagian utara dibagi menjadi dua kamar yang bagian paling barat menjadi tempat tidur saya dan partner (seharusnya tempat tidur anaknya yang perempuan), samping timur kamar saya tempat tidur anaknya, samping timurnya lagi ruang kosong yang biasanya difungsikan sebagai tempat tidur. Hal yang menarik bagi saya yaitu adanya tempat tidur diatas yang mana tempat tersebut berada di langit-langit rumah yang difungsikan sebagai tempat istirahat ketiga anak lagi-laki kecil. Tangga yang digunakan untuk naik adalah ondho yang terbuat dari bambu. Rumah kedua yaitu bagian belakang yang difungsikan sebagai dapur sekaligus ruang makan, dan kamar mandinya. Rumah belakang ini terbuat dari bambu dan berlantaikan tanah. Kamar mandinya sendiri masih menggunakan dinding bambu (kalo mandi bisa diintip ni...hihihihi..jadi harus pakai kemben...)
Sehabis makan saya bantu-bantu Lia dan Sinta yang mencuci piring. Setelah itu, saya menulis data harian sampai sekitar pukul 09.30. sehabis menulis data harian, saya langsung mencuci baju. Karena hujan gerimis, jadi baju saya jemur dibelakang, ah tepatnya sih dikamar mandi. Jam 10.00 saya didapur ikut bantu ibu yang sedang memasak. Ibu habis dari pasar. Beliau membeli jajan pasar yang namanya ondol (jajan yang terbuat dari singkong= dan dibentuk bulat – bulat lalu digoreng). Ibu memasak pecel lele dan pindang goreng serta sayur bening. Eh, ada yang menarik lho,,, ibu buat sambel pecelnya pake santen (tapi rasanya enak juga...). kata ibu, cabai satu kilo disini harganya Rp30.000, yang ini benar-benar murah dibanding harga dijogja, lele satu kilo harganya 15.000, tapi minyak gasnya mahal... satu liternya 10.000.
Sekitar jam 10.30 saya menonton TV bersama Santi dan Lia. Berhubung sinyal TV nya yang hisa hanya sinyal Global Tv dan SCTV, jadi saya dan anak-anak menonton TV yang sekiranya enak dilihat saja. Pagi ini saya menonton Miracle di Global TV. Pada saat ini bapak masih sibuk dengan kerjanya, dan jam 11.00 bapak dan tukang kayu mengakhiri kerjanya dan dilanjutkan makan siang. Setelah itu, bapak siap-siap mau jum’atan dan jam 11.30 bapak berangkat jum’atan. Jum’atannya di masjid Lumbung (lumayan jauh). Ah iya, Hendi juga main kerumah sekitar jam 12.00. dia jalan kaki boo.. uh kasian kehujanan, mana gak ake payung ati jas hujan lagi. Akhirnya setelah sampai rumah dia berbincang-bincang sama Ajeng dan ditemui ibu, dan saya juga. Lalu dilanjutkan makan bareng (ihi.. Ajeng...). jam setengah satu Hendi pulang ke tempatnya yang di Kauman dan diantarkan sama Ajeng sampai bawah.
kekayaan Sidomas
Pukul 16.00 saya kekamar mandi. Setelah itu saya duduk dibelakang bersama bapak, ibu, dan Ajeng. Bapak dan ibu sedang membenahi tata letak ruang belakang. Akhirnya ruang belakang sekarang bisa difungsikan sebagai ruang makan dan berkumpul. Sore hari yang dingin-dingin kayak gini emang enaknya ngopi, akhirnya saya membuat kopi Good day dan membuatkan satu untuk bapak. Minum kopi sambi makan ondol dan tempe goreng, duh nikmatnya..... sambil saya makan dan bapak membenahi rumah, kami mengobrolkan dusun Sidomas. Kata bapak di Dusun Sidomas ada satu pesantren yang namanya Pondok pesantren Khoirul Mustofa. Pengasuh pondok pesantren tersebut adalah pak Selamet, yang biasanya dipanggil Pak Yai. Pak yai juga merupakan saudara bapak, yaitu adik sepupu bapak. Bapak juga bercerita bahwa di Pondok tersebut kegiatannya adalah belajar dan mengaji. Waktu istirahatnya adalah jam 6 – jam 8 pagi, dan ba’da dhuhur. Jam dua di lanjutkan lagi mengaji. Santri putra kalau sedang libur biasanya membantu pak Yai pergi ke hutan mencari kayu.  
Disamping bapak dan ibu yang sibuk, anak-anak juga tampak ramai sedang bermain di kamar atas. Mereka tampak ceria bermain dengan saudara-saudaranya itu. Sekitar jam 17.00 ketiga anak laki-laki kecil pergi bermain bersama teman-temannya. Mereka main bola. Lia, Santi, dan Mala sedang main bekel, jadi saya nimbrung yang ini saja ah....
Setelah bermain bekelnya selesai, dan bapak ibu juga sudah tampak santai, akhirnya kami nonton TV. Acara yang kami lihat masih sama dengan kemaren sore, yaitu Pinguin Madagaskar, Arti sahabat dan Spongebob. Tv dimatikan ketika adzan berkumandang. Bapak dan ibu sekeluarga sholat magrib di mushola yang ada di depan rumah. Selesai sholat magrib, anak-anak mrngaji dirumah pamannya (samping rumah). Lalu saya makan bersama dengan bapak dan ibu. Habis makan , ibu pergi ke acara kondangan (hitanan) di dusun sebelah. Anak-anak sudah selesai mengaji lalu dilanjutkan belajar membaca dan mengerjakan PR untuk pelajaran besok sampai pukul setengah delapan. Setelah itu kami semua menonton TV. Acara yang dilihat yaitu Cinta Fitri, dan OVJ. Jam sembilan malam semuanya sudah mulaii bergegas menuju kamar masing-masing untuk istirahat. Selamat malam.......

# bau adalah sebutan untuk kepala dusun. karena kepala dusu di Sidomas adalah seorang wanita, maka di panggil bu bau.