Minggu, 06 Maret 2011

Paninggaran #part IV (pemotongan sapi)


Dunia ini panggung sandiwara. banyak hal yang terjadi di dunia ini dengan atau sepengetahuan kita...

Minggu, 23 januari 2011.

Matahari tampaknya sudah mulai menampakkan senyumnya, namun dingin ini tak juga kunjung pergi. Dengan mata yang berat sayapun bangun karena waktu sudah menunjukkan jam 05 kurang seperempat.
Saya langsung kekamar mandi. namun karena dingin dan di dapur ada api, maka saya duduk sebentar di depan api untuk menghangatkan tubuh. Ibu sudah selesai memasak. Kali ini ibu membuat mi goreng, mi rebus, dan sambal teri. Aahh,,, benar –benar menggoda untuk dimakan. Lalu saya langsung kekamar mandi, dan kemudian saya makan bareng-bareng dengan partner dan juga anak ibu yang paling kecil. Karena hari ini hari minggu jadi anak ibu yang kecil dan ketiga ponakannya libur sekolah. Mereka nonton TV bersama teman-temannya. Selesai makan, bapak mengantarkan Lia dan Santi pergi sekolah. Dan ibu kerumah tetangga untuk rewang.  

Sekitar jam delapan saya kekamar mandi untuk mandi karena nanti jam setengah sepuluh saya harus pergi ke madrasah tempat anak ibu sekolah MTS Salafiyah Paninggaran (setingkat SMP). Saya akan menghadiri kumpulan wali murid kelas IX Mts. Saya berangkat dari rumah sekitar jam setengah sepuluh pagi. Saya diantar bapak dengan naik sepeda motornya yang bermerk Vega. Bapak menitipkan sepeda motornya dirumah saudaranya yang ada di Simbang, yaitu rumah pak Selamet yang mempunyai pondok pesantren. jadi saya harus turun jalan kaki sampai Simbang terlebih dahulu. Bapak jalan lebih dulu dan saya menyusul turun kebawah bersama anak bapak yang paling kecil, yaitu Mala. Sepanjang perjalanan saya berjumpa dengan anak-anak kecil yang bermain-main. Ada juga seorang ibu-ibu yang menggendong anaknya. Anaknya tampak sedang mengantuk dan ibunya menina bobokan dengan diayun dalam gendongannya dan diberi ASI. Kami saling bertegur sapa dan saya melanjutkan perjalanan saya. Sepanjang perjalanan, Mala banyak bercerita tentang jalan setapak yang kami lewati. Jalan setapak tersebut sangat curam dan disamping kanan kiri ada pohon dan kalen. Ketika sampai di perbatasan Sidomas dan Simbang, Mala bercerita bahwa dijalanan tersebut sangat berbahaya karena kadang ada ulat yang melata. Ulat tersebut kadang datang dari pohon dan tumbuh-tumbuhan yang ada pinggir jalan. Atau datang dati kebun – kebun yang ada disekitarnya.

Sesampai di jembatan yang menjadi perbatasan Sidomas dan Simbang saya melihat bapak yang sudah menunggu dengan sepeda motornya. Saya langsung naik di bagian belakang dan Mala di depan bapak. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar setengah jam. Sepanjang jalan saya sangat menikmati keindahan yang tersajikan sambil sesekali mengobrol dengan bapak. Selain keindahan alamnya yang begitu mempesona, saya juga menemukan kenyataan hidup yang begitu mengharukan entah menyedihkan. Bagaimana tidak? Saya melihat seorang kakek-kakek tua dengan kulit tubuhnya yang sudah berkerut dan bajunya yang kumal sedang memikul rumput di bahunya yang merupakan hasil ngaritnya untuk pakan ternak. saya juga melihat anak kecil yang usianya sekitar 11 tahun dengan memakai celana warna hitam yang sudah kusam dan kaos oblongnya yang klowor berwarna biru tua sedang mencangkul pasir untuk dikumpulkan. Ada juga seorang nenek yang sedang menjemur padi. Ah,,, dunia memang sungguh lengkap dengan adegannya.

Sekitar jam sepuluh saya sampai di kecamatan Paninggaran. Saya melihat keramaian yang begitu berbeda dengan di dusun yang saya tempati. Banyak orang berlalu lalang dengan naik sepeda motor, bus, ataupun doplak. Kebetulan hari ini adalah hari minggu wage, jadi wayah pasaran. Pasar tampak ramai, banyak penjual dan pengunjung. Pasar di paninggaran memang ramenya adalah ketika pasaran dalam hitungan jawa jatuh pada pasaran wage. Saya melihat banyak orang yang membawa barang belanjaan. Mereka semua tampak dari belanja di pasar. Di sebelah kiri jalan, ada puskesmas dan ada beberapa orang yang sedang duduk-duduk didepannya. Disamping puskesmas adalah kantir kecamatan di kantor kecamatan tampak ramai banyak pemuda-pemudi. Dan tampaknya ada beberapa teman TPL yang sedang duduk-duduk di depan kantor kecamatan. Namun karena saya kurang memperhatikan dan saya sedang di bonceng bapak naik motor jadi saya tak ambil pusing dengan siapa saja yang sedang duduk di depan kantor tersebut.

Sekolahan MTS masih masuk kira-kira 100m dari jalan raya. Jalan masuknyapun tidak sebagus jalan raya Paninggaran, karena jalan (gang) masuk kesekolahan jalannya berbatu dan tidak beraspal. Sesampai disekolahan MTS Salafiyah Paninggaran, murid-murid sudah dibubarkan dari aktivitas belajarnya karena kelas digunakan untuk kumpulan. Saya sudah ditunggu oleh Lia di depan pintu masuk sekolah. Lalu saya diantar masuk ke tempat kumpulan wali murid. Tempat yang digunakan untuk kumpulan adalah ruang kelas IX d, yaitu ruang kelas Lia.

Sampai dikelas saya langsung mencari tempat duduk. Dan saya memilih tempat duduk no 3 yang kebetulan masih kosong. Wali murid saling berdatangan. Dan disamping saya ada seorang nenek yang ternyata bernama mbah Warsih, sebagai wali murid dari Lumeneng yang bernama Harti. Harti adalah cucu mbah Warsih. Dirumah mbah Warsih tinggal bersama tiga cucunya yang ditinggal oleh bapaknya bekerja di pabrik Pekalongan. Saya dengan mbah Warsih mengobrol dengan asyiknya sampai acara kumpulan dimulai. Acara kumpulan ini termasuk molor. Karena undangan sebenarnya adalah jam 10.00, dan acara baru dimulai sekitar jam setenga11. Acara dibukan oleh staf guru yang sekaligus sebagai panitia ujian sekolah. Beliau menjelaskan tentang aturan ujian sekolah, ujian nasional, dan segala hal yang diperlukan oleh murid kelas IX. Lalu acara diserahkan kepada panitia inti ujian, yaitu Pak Wahid. Beliau menjelaskan perincian biaya dan pada akhirnya mengusulkan biaya yang harus dibayar per murid sebesar 95.000,00 dan harus dibayar  paling lambat tanggal 31 januari 2010. Pak Wahid meminta persetujuan dari wali murid, karena kumpulan tersebut adalah untuk bermusyawarah demi masa depan anak-anak semua. Pertama banyak yang tidak setuju atas waktu yang ditentukan, karena batas waktu tersebut terlalu cepat, yaitu hanya satu minggu. Namun, dari berbagai pertimbangan yang diperjelaskan lagi oleh pak Wahid akhirnya wali muridpun menyetujuinya meski masih ada beberapa yang keberatan. Acara selesai sampai jam setengah dua belas siang. Saya keluar dari ruang kumpulan, dan ternyata Lia masih menunggu saya di ruang depan. Lia tidak pulang bersama bapak yang tadi mengantar saya karena bapak sudah membonceng dua anak, yaitu Mala yang tadi bareng saya dari rumah dan Santi yang kelas VII mts Salafiyah Paninggaran. Saya pulang bersama Lia berjalan kaki dan di kantor kecamatan saya bertemu dengan beberapa teman TPL yang sedang berkumpul, diantaranya ada Hendi, Ardan, Hana, Pindo, dan ada beberapa yang tidak saya kenal. Kata Hana mereka berkumpul secara tidak disengaja. Saya menghampiri mereka sebentar lalu saya berpamitan untuk pulang lebih dulu. Sebelum pulang saya sempatkan mampir pasar untuk beli jajan. Saat itu, sudah siang. Jadi pasar suah sepi. Banyak penjual yang sudah pulang. Saya muter-muter mencari jajan pasar, tapi jajan yang saya cari tidak ada. Jadi, saya masuk ke penjual jajan chiki-chikian dan saya beli permen milkita satu pak, kwaci satu renteng, dan better satu renteng. Setelah itu, saya pulang dengan naik ojek. Kebetulan ojek yang saya naiki dengan Lia adalah tetangga Lia sendiri, namanya kang Budi. Dia berasal dari Sragen. Kami naik motor satu untuk bertiga. Istilahnya adalah cenglu. Namun, semua itu tak masalah karena dia sudah terbiasa. Motornya yaitu Jupiter Z.

Saya sampai rumah sekitar jam setengah satu. Saya turun dari dijembatan perbatasan Sidomas dan Simbang. Saya dan lia berjalan lagi kira-kira setengah kilometer untuk sampai rumah yang berada di Sidomas. Saya sangat capai karena jalannya naik dan berbatuan. Di jalan, saya melihat ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya dan ada ibu-ibu yang sedang menyuapi anaknya. Di jalan naik menuju rumah, batur (jalan tangga = naik) depan mushola banyak anak kecil yang sedang bermain, dan ada juga bapak-bapak serta pemuda desa yang sedang sibuk ngangkutin salon dan peralatan treteg buat acara mantenan. Sesampai dirumah, rumah tampak sepi. Saya langsung masuk kamar dan beberapa menit kemudian bapak pulang dari rumah tetangga yang sedang membuat treteg buat mantenan tersebut. Anak kecil yang tadinya diluar juga tiba-tiba saling masuk dan nonton TV. Kebetulan saya tadi dari pasar beli jajan, lalu mereka saya beri jajan satu-satu.
Sekitar jam setengah dua saya makan siang. Setelah selesai makan siang, saya dikamar ingin istirahat. Namun, saya tidak bisa tidur siang karena rumah rame dengan anak-anak yang sedang main. Dan dikamar saya ada Lia, Santi dan Mala, dan beberapa anak tetangga. Lalu kami bermain rame-rame dikamar.

Dirumah tetangga sudah mulai banyak yang berdatangan untuk rewang. Begitu juga dirumah ibu digunakan untuk memasak nasi. Habis magrib direncanakan untuk memotong sapi yang akan digunakan untuk acara mantenan. Namun, karena hujan jadi acara motong sapinya diundur sampai hujan reda. Sampai isyak, ternyata gerimis masih saja turun. Lalu bapak-bapak yang mau motong sapi membuat treteg agar motong sapinya bisa berjalan dengan baik. Sementara yang lain membuat treteg, bapak Slamet sebagai pak yai yang memotong sapi duduk dirumah ibu bersama bapak untuk menunggu tretegnya selesai. Diruang tamu ibu, banyak anak-anak yang nonton Tv. Lalu saya juga nggabung dengan anak-anak. lalu saya ngobrol dengan pak Yai yang kebetulan mempunyai pondok pesantren di Sidomas. Beliau bertanya asal saya. Lalu beliau bercerita tentang pesantrennya, bahwa dipondoknya ada banyak santri yang mengaji. Santri tersebut datang dari berbagai daerah, dan kebanyakan dari pemalang. Atau pekalongan dan sekitarnya. Adapun santri yang bermukim dipondok adalah santri laki-laki, baik santri laki-laki kecil ataupun besar. Waktu istirahat bagi santri adalah tergantung pada pak yai. Jika pak yai capek dan ngaji diliburkan, maka santri bisa beristirahat. Ada juga santri perempuan. Namun santri perempuan kebanyakan adalah warga Simbang dan mereka tidak bermukim di pondok. Mereka datang ke pondok hanya untuk mengaji dan setelah selasai mengaji, mereka pulang kerumah masing-masing.

Setelah tretegnya selesai, dan hujannyapun sudah reda maka beliau bergegas untuk memotong sapi. Acara pemotongan dilaksanakan di sebelah barat rumah ibu. Pemotongan sapi ini dilaksanakan pada malam hari karena dagingnya akan digunakan untuk menjamu tamu yang datang di acara mantenan esok hari. Pak yai memotong sapi dengan hati-hati dan diawali dengan membaca basmallah dan do’a. 
pemotongan sapi

Selesai memotong sapi, pak yai kembali kerumah ibu menunggu hujan reda agar bisa pulang rumah. Bapak-bapak yang lain melanjutkan untuk godeg sapi. Sayapun kembali masuk rumah setelah puas melihat acara pemotongan sapi. Karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, saya bergegas masuk kamar untuk menjumpai alam mimpi yang indah...  namun diluar sangat ramai dan saya tidak bisa tidur. Akhirnya saya memutuskan untuk bermain game dan jam sebelas saya keluar kemamar mandi. Ternyata diluar masih banyak orang yang sedang masak nasi, dan juga memasak daging. Setelah itu, saya kembali masuk kamar untuk tidur. selamat malam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak di blog saya.. :-)