Sabtu, 20 Agustus 2016

LIWETAN : MENGUAK TRADISI MEMASAK DI ALAM TERBUKA

Liwetan. ada yang tau? Mungkin sedikit asing. Tapi kalu nasi liwet, saya yakin sahabat semua mengenalinya. apalaggi sego liwet khas Solo. Oke, lupakan itu!

Nah, hari ini tanggal 19 Agustus 2016 saya dimelekkan sebuah tradisi yang masih berjalan di kampung halaman saya, yaitu Desa Pelemgede, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. kalau berbicara sebuah tradisi, mungkin ada sebagian sahabat yang akan bilang "Ah, apa sih Tradisi?" (Jelas, ini akan sangat panjang penjelasannya. Sahabat bisa mencari via google, buku, ataupun kepada ahlinya).

Disini, saya ingin bercerita tentang kegiatan hari ini, yaitu kegiatan masak memasak. Bukan! ini bukan memasak seperti pada umumnya, yang dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang dengan menggunakan peralatan lengkap dan di dalam ruangan khusus, yaitu Dapur!. 
Memasak kali ini sangat luar biasa. Tidak hanya sekedar untuk mengahasilkan olahan yang akan dimakan pada siang hari ataupun sore hari. Namun ada sejarah yang terkandung di dalam olahan LIWETAN.

Berbicara LIWETAN, pastilah akan melemparkan ingatan kita pada masa kecil. Masa kecil yang sangat luar biasa syahdu atas keakraban anak-anak dengan alam terbuka. Pada masa kecil zaman saya, saya beserta teman sangatlah senang bermain masak-masakan di alam terbuka. Ada banyak hal yang bisa kami jadikan media untuk bermain masak-masakan. Ada umbi-umbian, ada Gembili, ada Ganyong, bahkan tanahpun bisa kami masak di atas api dengan peralatan seadanya. Terkadang, bukan masakannya yang matang, tetapi wadahnyalah yang terbakar oleh bara api. Bukan karena teledor, ini karena wadahnya dari tempurung kelapa atau wadah bekas dari plastik.

Nah, lalu mari kita kembali ke LIWETAN.
LIWETAN ini dilakukan oleh beberapa kelompok di satu desa. Satu kelompok bisa terdiri dari 5 orang hingga tak terbatas. Mereka melakukan iuran beras sedikit-sedikit dan uang sesuai kesepakatan untuk belanja bahan yang akan digunakan untuk lauk dan sayur. Cukup sederhana, Gori atau nangka muda dicampur telur ayam, tempe, dan udang sudah bisa menjadi sayur sekaligus lauk. Nasinya di masak dengan cara diliwet. adapun liwetan dilaksanakan di tempat terbuka. Ada yang di sawah, ada yang di Perengan, Ada yang di bawah pohon jati. sesuai kesepakatan. Suka-suka mereka mau dimana, yang penting mereka memilih lokasi yang tidak jauh-jauh dari tempat tinggal mereka. 



Tidak usah tanya LIWETAN dimulai sejak kapan. saya jamin mbah saya yang usianya sekitar 90 tahun tidak akan bisa menyebutkan tahun kapan dimulainya. Mbah hanya bisa bercerita, kalau jaman dahulu LIWETAN biasa dilakukan di sawah oleh para penggembala sapi atau ternak lain. LIWETAN yang dilakukan pada musim kemarau ini mungkin karena pada musim inilah banyak tumbuhan tumbuh subur sehingga para ternak bisa menikmati rerumputan dengan tenangnya dan para penggembala sangat bersyukur dan mempunyai waktu untuk sedikit berleha. Pada akhirnya mereka merealisasikan kebahagiaan dan rasa syukur dengan cara memasak bersama saat menggembala. 

Maka dari itu...................

LIWETAN ini dilaksanakan satu tahun sekali pada saat musim kemarau. LIWETAN di lakukan untuk mensyukuri atas nikmat yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa. Nikmat sehat, nikmat rizki, nikmat segala hal yang diberikan oleh Sang Maha Kaya sehingga kami semua bisa menikmati kebahagian bersama-sama. dan LIWETAN masa kini, tidak harus dilakukan mereka yang punya ternak pun tidak harus mereka yang banyak uang. Tapi siapa saja yang mau boleh ikut kegiatan yang menyenangkan ini.

Bahagialah kita karena bisa bercengkrama bersama dengan berkegiatan positif di alam terbuka. 

Satu hal penting, LIWETAN ini tidak wajib. Dari 20 Desa yang berada di Kecamatan Pucakwangi juga tidak semuanya melakukan kegiatan yang hangat dan syarat kebersamaan ini.

dokumen pribadi





Kamis, 11 Agustus 2016

HAPPY 3TH ANNIVERSARY, SAYANG!

Seringnya gini, kalau mau nulis sesuatu rasanya pikiran gak bersih. semacam sarang laba-laba yang tak beraturan. banyak banget yang bejubel, entah ini inspirasi atau kepusingan dalam pikir. #Abaikan saja.

Yuk, mari fokus!
Pertama, lagi-lagi saya kayak jailangkung. Datang tak diundang pergi tak diantar. yah, seenaknya sendiri. terakhir, saya nulis tahun 2015. bercerita tentang se Kenang sholihku yang bernama Fachri. dan sekarang sudah 2016. lama ya? hampir satu tahun. 

Sekarang, 11-08-2016!

Ada apa dengan 11-08-2016? Bukan! ini bukan hari yang menakutkan. Tapi 11-08-2016 hari yang indah. hari yang indah untuk kembali mengingat masa itu. Masa itu, masa tiga tahun yang lalu, 
11-08-2014. Masa di mana saya adalah mempelai yang sangat bahagia. tak henti-henti saya sunggingkan senyum termanis untuk sang pujaan yang baru mengucapkan janji suci.

Alhamdulillah, kini usia pernikahan kita sudah tiga tahun. 
Cerita cinta yang sesungguhnya masih dini.
Masih banyak cerita yang harus kita rajut.
Namun, di usia tiga tahun ini, 
Tidaklah cukup saya menceritakan segala kisah kita untuk putra kecil kita.
tentang kisah kita, disaat kita bahagia
tentang kisah kita, disaat kita harus berjuang
tentang kisah kita, disaat saya rindu sedang kamu harus melaksanakan tugas di sana
tentang kisah kita, disaat saya ingin marah sedang kamu memberi syarat 5 menit saja
tentang kisah kita, disaat saya diselimuti kemalasan sedang kamu menyiapkan hidangan istimewa.

Ya, cerita cinta kita mungkin masih dini.
Namun, saya tak akan mampu menceritakan kisah kita kepada putra kecil kita.
bagaimana kamu berjuang saat itu hingga saat ini.
Sungguh, saya tak akan mampu.

Dan, di usia tiga tahun ini
saya hanya mampu kembali panjatkan doa
Semoga keluarga kecil kita selalu dipayungi cinta kasih yang membawa keharmonisan
Semoga Keluarga kecil kita selalu dipayungi kedamaian dan ketenangan 
 serta langkakh kita mendapat ridho dari Sang Illahi.
Amin Ya Robbal Alamiin....