Sabtu, 22 Oktober 2016

Dia telah Pulang

Dia lama menghilang. Bagai tertelan bumi yang entah dimana berpijaknya.
Dia adalah anak lelaki keempat dari enam bersaudara. Parasnya tidaklah istimewa. Dia adalah anak yang lama tak berkabar. Tanpa sua dengan orang tua. Tapi dia adalah lelaki tanggung jawab. Memiliki empat anak dari dua istri.
Dia, lelaki biasa. Anak dari sepasang orang tua dari desa. Orangtuanyapun orang biasa, layaknya kebanyakan di desa, mereka bekerja sebagai petani.
Dan kebiasaan itu turun-temurun. Sampai generasi ketiga belum ada yang memotong status atas hal 'biasa tersebut'.

Dia adalah seorang bapak sekaligus kakek dari tiga cucu. Hidupnya dipertaruhkan demi keluarga. Mengadu nasib nun jauh dari keramaian dan jauh dari keluarga. Pergi petang pulang petang, dia lakukan dengan cinta demi kehidupan keluarga tercintanya.

Namun satu hal, dia lupa bersapa dengan saudara juga orang tua. Atau mungkin begitu kerasnya dia berjuang demi keluarga sehingga satu hal tersebut terlupakan.

Meski begitu, saudara dan orang tua begitu menyayanginya. Tak pernah sekalipun saudara dan orangtuanya mengucilkan dia. Hal tersebut sesekali bisa terlihat tatkala anak dan cucu dari dia berkumpul dengan saudara lain dan orang tua dia.

Ya, dia begitu gigih sehingga saudara dan orangtua tak lagi mencicip kemesraan dari dia.

Dia lelaki biasa. Tak pernah berkabar juga bersua. Dan entah sampai kapan dia dan saudara beserta orang tua bisa bersua menikmati kemesraan cinta kasih keluarga.

Dia. Dia telah pulang ke rumah Sang Esa. Dan kabar itupun berkabar dari orang lain.
Meski begitu saudara dan orang tua tetap mencintai dia. Karena dia adalah bagian dari mereka.

Paman, Semoga bahagia di sana.

Jumat, 21 Oktober 2016

Masih Ada Mentari Yang Tersenyum

Tertinggal, ya tertinggal
Waktu begitu cepat berlalu,
Meninggalkan saya seorang diri,

Tertinggal, ya tertinggal
Hanya ada cerita dalam sanubari
terbungkam erat bagai narapidana.

Ingin aku meraung
bercumbu dengan kalian
Agar tiada lagi nestapa

Tertinggal, ya tertinggal
Waktu berputar
Hari berganti
Dan saya masih di sini

Kenapa?
Apakah kalian tau?

Bukan!
Saya bukan malaikat,
Pun bukan putri berperi

Tapi, haruskah saya meratap?

Tidak!
Lihat, mentari itu masih ramah dengan senyum di pagi hari.

Jumat, 07 Oktober 2016

Pucakwangi, tak kenal maka tiada arti

Saya pernah malu ketika ditanya orang mana, alamat mana, domisili mana, atau apapun yang berhubungan dengan alamat.

Tapi itu dulu. Bukan sekarang.
Mungkin ketika saya masih ababil, layaknya itik yang belum ketemu induknya.

Sekarang? Silahkan bertanya seribu kali tentang tempat tinggal saya. Dan saya akan menjawab lantang!
Rumah saya beralamatkan di Desa Pelemgede, kecamatan Pucakwangi, kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Iya, saya lantang bahkan boleh dikata bangga. Kenapa? Karena Pucakwangi itu kaya. Dan sedikit banyak saya telah mengenalnya. 

Pertama, saya ingin menceritakan salah satu Desa yang berada di kecamatan Pucakwangi, yaitu Desa Wateshaji.  Untuk menuju Desa Wateshaji, saya harus melewati kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Blora. 

Kenapa begitu?
Apakah tidak ada jalan lain?
Apakah begitu terpencilnya kecamatan Pucakwangi?

To be continued......


Selasa, 04 Oktober 2016

Larut

Larut.
Bukan serbuk, namun malam.
Begitu terasa syahdu,
Juga mesra diiringi dendang sang katak.

Larut.
Semua menyebar, 
Pun menjadi satu.
Semua.
Tanpa terkecuali,
Dari mentari bersinar, 
Hingga bersembunyi.

Larut.
Dalam larut malam
Cerita itu menyeruak
Menari layaknya Jaipong.
Menarik perhatian.
Juga menggoda.

Dalam larutnya malam,
Ijinkan saya menari bersama pena.