Senin, 28 November 2016

MASA ITU

Masa itu,
Di kala saya masih berlari dengan kepang kuda.
Tanpa malu berbalut busana mini.
Tanpa sungkan teriak sepanjang jalan.
Masa itu,
Di kala saya tak tahu diri
Selalu saja tertawa kala ingin tertawa
Selalu saja menangis tanpa alasan pasti
Inginku pasti tercapai, tanpa susah pun tergapai.
Masa itu,
Di kala saya menjadi satunya pusat perhatian
Semua untuk diri kecil nan pongah
Tanpa belas kasih.
Masa itu,
Semua tinggal cerita.
Dan kini, saya melihat kembali sosok kecil di masa itu
Dalam dirimu.

Setiap Hari, Menikmati Bermain dengan Si Kecil

Tantangan lagi, every day is tantangan. Ada yang suka? Atau malah takut? Suka gak suka, takut gak takut, tantangan akan tetap mampir dalam hidup. So, yuk lakoni tantangan yang ada dalam hidup kita. Dan, jangan lupa selalu bahagia.
Ngomong soal tantangan, tantangan itu aka nada baik secara sengaja ataupun di sengaja. Dan, minggu ini tantangan di ODOP 3 adalah menuliskan tentang kegiatan sehari-hari.
Sebelum lebih lanjut, saya akan menekankan pada diri saya, bahwa saya harus bersyukur apapun lakon saya, dan bagaimanapun lakon saya.
Saya, seperti cerita di minggu kemarin adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki kerjaan sampingan, yaitu sebagai Pendamping Program Keluarga Harapan.
Dua status ini akan melekat pada diri saya setiap saat. Iya, Pendamping PKH kerjanya begitu, tentang pelayanan kepada masyarakat. Jadi, setiap saat harus siap jika dibutuhkan. Kecuali saya melepaskan pekerjaan ini, maka status Pendamping ini akan lepas dari diri saya. Beda lagi dengan ibu rumah tangga. dak Status ini adalah status kebanggaan yang tidak akan pernah lepas dari diri seorang wanita yang sudah memiliki keluarga. Tidak akan pernah! Mau dandan semolek apapun diri saya, saya tetaplah ibu rumah tangga yang memiliki seabreg kewajiban.
Sehari saya memiliki waktu 24 jam. Dan saya rasa semua orangpun sama memiliki waktu 24 jam. Satu hal yang membedakan, adalah tentang bagaimana kita menggunakan waktu yang tidak banyak itu. Setiap hari, saya di tuntut untuk ‘ngantor’. Tidak lama sebenarnya, cukup dari jam 09.00- 12.00. selebihnya saya bisa di rumah.
Di luar jam tersebut, saya memang memilih untuk menghabiskan waktu di rumah. Menata rak buku, menuliskan coretan tak penting, dan spesialnya saya menghabiskan waktu bersama sang buah hati yang umurnya 2 tahun 5 bulan.
Bermain dengan sang buah hati merupakan surga bagi saya. Bagaimana  tidak? Saya bisa melihat perkembangannya juga mendengar celoteh lucunya. Sering saya mengajak dia bermain air yang dikasih pewarna. Dan ini membuat kami bisa tertawa lepas. Permainan ini sangat menyenangkan, selain bisa untuk hiburan hal tersebut juga bisa menjadi media belajar mengenal warna.
Saya suka membeli mainan untuk anak, juga membeli buku baik buku cerita anak ataupun novel  dewasa. Tapi, ternyata dua tahun terakhir ini budget untuk pembelian novel saya kalahkan dulu demi membeli buku anak. Bahkan saya rela ikut arisan buku demi mendapatkan buku anak yang bergizi. Kesannya, buang-buang duit ya. Tapi, bagi saya itu adalah aset. Kenapa begitu? Dengan adanya fasilitas untuk anak maka kita akan bisa bermain dengan nyaman. Setiap hari, anak saya suka bermain mobil-mobilan. Dia akan menata berbaris dari depan hingga belakang mobil yang dia punya. Dari sini kita bisa memainkan peran. Saya pemilik mobil polisi, ayah pemilik pesawat, dan anak pemilik mobil truk. Maka jadilah kita bermain dengan seru meski kadang kacau dan gaduh. Jika bosan, kita bisa berpindah ke mainan lainnya.
Tidak memungkiri, air, tanah, pasir juga menjadi alternative media mainan kami yang sangat menyenangkan. jika bosan, kami akan mencari yang lain. Bermain ke rumah tetangga, rumah nenek, atau rumah mbah buyut yang tidak terlalu jauh.
Main mulu ya? Iya nih. Saya masih satu rumah dengan kedua orang tua saya. Soal memasak bukan lagi menjadi tanggung jawab saya selagi ibu saya mampu. Ibu saya memang gitu. Tapi saya dan suami akan turun ke dapur jika kami ingin makan sesuai yang kami mau.
Anak kecil itu lucu, tapi kadang bikin kesel. Apalagi saat jiwa remuk, hati kacau. Nah, saat seperti ini saya bisa bekerja sama dengan suami ataupun orang tua saya. Saya akan melakukan hal yang sekiranya bisa mengembalikan mood saya. Saya bisa ketemu teman lama untuk sekedar jalan atau ngobrol kesana kemari atau melakukan hal lain. Pernah suatu ketika ibu saya menyarankan saya pergi dengan suami, berdua saja. Nanti sang anak bisa di rumah dengan orang tua saya. Saya sih mau-mau saja, tapi ternyata suami saya tidak mau. Kalau mau pergi ya sekalian bertiga atau saya main ke rumah teman dan suami di rumah dengan anak. Hal seperti ini tidak membutuhkan waktu lama, dan keadaan akan kembali seperti semula.
“Ternyata, punya anak ribet ya. Tidak bisa sebebas saat masih gadis?” suatu hari keponakan saya bertanya.
Jawaban saya, “Yups, bisa jadi begitu. Tapi kalau kita bisa menikmati semua akan terasa indah dan keribetan yang muncul akan menjadi bumbu kehidupan yang nikmat. So, jangan takut punya anak setelah menikah.”.

Jumat, 18 November 2016

Hujan! Ngaji Gak Ya?

Kringggg… Kringg……
“Tara, ada telpon tuh. Tolong diangkat, nak.” Teriak ibu dari dalam kamar.
“ Iya, Bu.” Tara sedikit mempercepat langkahnya agar bisa segera mengangkat gagang telepon.
“Tara, aku hari ini gak berangkat mengaji. Di sini hujan. Dan aku takut kehujanan” suara Ken dari seberang terdengar sedikit tergesa. Lalu telpon ditutup.
“Ah, Ken selalu begitu. Ada apa dikit gak mengaji. Hujan dikit gak mengaji. Ayahnya pulang dari luar kota gak mengaji. Sekolah juga gitu. Banyak banget ijinnya.” Gerutu Tara kesal.
“Ada apa, Tara?” Tanya Bunda menghampiri Ken yang tampak kesal.
“Itu, Bu, Ken. Lagi-lagi Ken gak masuk mengaji gara-gara hari ini hujan. Padahal kan hujannya gak deras banget. Lagipula Ken bisa minta diantar ayahnya pakai mobil. Apa Tara gak usah berangkat ngaji juga, Bu?” Tara sedikit bimbang. Ken adalah teman Tara di sekolah sekaligus teman mengaji. Teman Tara dan Ken tidak banyak yang mengaji di tempat mereka mengaji. Teman-temannya lebih suka mengaji di mushola dekat rumah daripada di tempat tara dan Ken mengaji yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.
“lho? Kok mau ikutan gak masuk? Kan bisa diantar Ayah. Lagian, hujannya gak deras banget lho, nak.” Jawab ibu sambil tersenyum seakan mengingatkan ucapan Tara.
Tara, anak gadis kecil usia 10 tahun kelas lima Sekolah Dasar. Orang tuanya selalu mengajari untuk berangkat sekolah ataupun mengaji tepat pada waktunya. Tidak membolos atau ijin kecuali memang ada hal yang penting atau darurat. Kalau hujan turun, Tara diantar oleh Ayahnya atau saudara agar Tara tetap bisa mengikuti kelas mengaji. Hal tersebut, tidak hanya berlaku untuk Tara. Ayah dan Ibu Tara juga melakukan kewajibannya meski hujan turun, misalnya saja Ayah tetap berangkat kerja di saat hujan turun dan ibu tetap berangkat mengajar meski hujan turun. Bagi keluarga Tara, hujan bukanlah halangan untuk melakukan aktivitas ataupun kegiatan yang berhubungan dengan kemaslahatan umum. Hujan adalah anugerah dari Allah. Selama hujan turun tanpa badai, mari kita tetap beraktifitas.


Kamis, 17 November 2016

Key Tidak Punya Baju!

Dia merasa tidak puas. Baju yang bertumpuk-tumpuk  terasa tidak memiliki baju. Semua warna ada, semua model juga dia punya. Merk yang paling beken hingga abal-abal juga ada di dalam almarinya. Namun, dia masih gelisah. rasanya, Semua jelek!
“saya tak mau pergi, Yah! Saya di rumah saja jaga rumah dengan nenek!" Katanya dengan suara keras.
“Kenapa begitu?” tanya ayahnya dengan nada kalem. Lalu, ayahnya menghampiri anak semata wayang yang duduk termenung di sudut kamar tidur.
“Lihat, yah. Baju saya tidak ada yang bagus. Semua sudah jelek dan tidak ada yang pas untuk menghadiri acara ulang tahun Satria.” Keluh Keysha pada sang ayah.
“benarkah itu?” Tanya ayahnya heran. “bukankah minggu kemaren Key beli baju dengan BUnda?” ayah melanjutkan pertanyaannya dan menghampiri tumpukan baju yang berantakan.
“Iya” jawab Key tak bersemangat. “Baju baru yang Key beli dengan bunda kan sudah dipake kemaren, yah”. Lanjut Key serasa ingin dibenarkan.
“coba lihat, baju ini bagus, nak. Cocok buat dating ke acara ulang tahun satria.” Ayah menyodorkan baju warna biru muda yang anggun di hadapan Key. Key hanya melirik.
“itu baju sudah pernah Key pake dating ke acara Ulang tahun Mala teman satu kelas Key dan satria” Jawab Key lesu.
“lalu, Key mau pakai baju yang mana?” Tanya ayah tetap sabar.
“Entahlah. Key tak ingin datang saja, yah.” Key mendesah.
“Bunda Key sudah di sana. Bunda pasti sudah menunggu. Dan jika Key tidak datang, Satria akan kecewa. Key tahu? Key adalah sepupu satria yang sangat disayangi.” Ayah berkata dan masih sibuk mencari baju di deretan baju-baju Key yang berjajar di lemari gantung.
“Baiklah.” Key mengalah dan melangkahkan kaki ke dekat ayahnya. Mereka memilah satu persatu baju yang berjajar di lemari gantung dan juga di deretan tumpukan baju yang di lipat rapi.
Akhirnya, Key menemukan baju yang pas dan mereka berangkat ke acara ulang tahun Satria.
Sepanjang perjalanan, seperti biasa Ayah dan Key mengobrol kesana-kemari.
“Key” ayah memanggil lirih
“iya, yah” Key menjawab
“kamu tau kenapa Key merasa tidak punya baju padahal di lemari ada baju begitu banyak dan masih bagus?” Tanya ayah
“karena………………”
“karena Key belum bisa mensyukuri apa yang sudah Key punya” ayah Key memotong. Lalu ayah melanjutkan. “dan jika Key tidak bersyukur, Key akan begitu terus. Merasa tidak punya padahal masih punya. Dalam hal apapun ini, nak. Jadi, belajarlah bersyukur agar apa yang sudah Key punya bisa dinikmati dan dimanfaatkan dengan baik.”
“coba lihat anak itu, Key” ayah Key menunjuk keluar. Di seberang jalan ada anak kecil yang menjajakan sebuah Koran. Anak kecil itu berpenampilan sederhana, kaos oblong dan celana pendek yang sudah berwarna usang. Tapi anak kecil itu selalu tersenyum di sela-sela dia menjajakan korannya.
Setelah Key memerhatikan gerak anak kecil si penjual Koran, Key menatap ayahnya dan berkata. “Iya, yah. Seharusnya Key bersyukur. Dan tidak seharusnya Key menganggap barang yang sudah Key pakai beberapa kali adalah barang jelek dan tidak layak pakai yang harus di buang. Semua bisa dimanfaatkan, baik untuk kita sendiri atau orang yang membutuhkan”
Ayah tersenyum, dan senyuman itu disambut senyum bahagia Key.  Lalu, mereka turun karena ternyata sudah sampai di rumah Satria.

Selasa, 15 November 2016

Jika Tak Kenal, Apalah Arti Sebuah Nama

Coming Againnn!!!!

Bismillah, dan Alhamdulillah. Saya bisa kembali atas dukungan dari teman-teman semua. Saya yakin, message adalah bagian dari tali silaturahmi. Maka, sebuah message juga merupakan tiupan semangat yang diberikan oleh malaikan lewat peri bernamakan manusia. Dan kali ini, terimakasih saya buat   Admin ODOP dan tentu teman-teman ODOP karena telah mampu membangkitkan semangat menulis saya.
Hari ini merupakan minggu yang entah ke berapa saya mengikuti kelas ODOP. Dan, saya sebenarnya malu untuk mengakui bahwa sudah seringkali BOLOS tanpa alasan. Kali ini dengan tertatih saya menahan malu untuk kembali bangun dan mengikuti kelas ini. Maka, saya harus menghitung masa kerja kelas ODOP dan menghitung hari yang telah saya lewatkan tanpa menulis. Hingga harapannya, saya bisa menulis lebih banyak dan juga semangat penuh cinta.
Bagi saya, Minggu ini merupakan awal yang tepat. Sepertinya, semua pihak dan keberuntungan memihak pada saya. Lihatlah! Saya di sini bisa berdiri tegak dengan keadaan sehat. Dan Tantangan yang diberikan oleh ODOP adalah tentang perkenalan diri. Lalu, nikmat apa lagi yang harus saya dustakan?
_____________###_____________

Berbicara tentang perkenalan, ini adalah awal saya harus membuka hati. Iya, membuka hati jika saja nanti ada teman dari seribu teman yang tertarik menyambung silaturahim dengan saya. Karena dari perkenalan tidaklah tidak mungkin dari yang tidak kenal menjadi kenal, dari yang jauh menjadi dekat, dan dari yang sudah kenal atau sekedar tau menjadi lebih akrab.
Dahulu, saat saya belum begitu faham arti sebuah nama. Saya protes dengan Bapak “Kenapa nama saya NUR HASANAH? Kenapa saya tidak diberi nama yang panjang layaknya  kereta agar terdengar lebih gaya?”
Bapak sayapun dengan enteng menjawab “Beruntung tidak bapak beri nama PAINAH, nak”
Saya hanya terkekeh dan diam dalam gerilya pikir. Iya juga. Di Era modern ini seharusnya saya bersyukur karena sudah diberi nama yang indah oleh kedua orang tua saya. Sayapun tersadar bahwa hakikat sebuah nama adalah bukan karena terdiri dari satu suku kata, dua suku kata, ataupun tiga dan lebih bnayak dari tiga suku kata. Nama adalah doa dan harapan dari orang tua. Dan nama yang singkat ataupun panjang di dalamnya terselip beribu doa dan harapan dari orang tua agar kelak si anak menjadi manusia yang baik layaknya nama yang di sandang.
Nama PAINAH juga tidaklah jelek seperti halnya seperti kata bapak saya. Nama PAINAH juga memiliki arti yang baik karena nama PAINAH diambil dari bahasa Jawa dan merupakan nama yang popular pada tahun kejayaannya.
Di tahun 2000an ini mungkin nama PAINAH tidaklah keren, tapi abaikanlah hal itu, karena setiap kata yang ada di dalam nama pasti memiliki arti dan doa dari orang tua.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai memahami arti nama saya. Dan itu sungguh luar biasa. Karena ternyata nama saya diambil dari bahasa Arab yang memiliki arti Cahaya (yang membawa) Kebaikan.
Lalu, dalam benak saya berpikir, apa saya bisa menjadi manusia seperti harapan dan doa dari kedua orang tua yang disematkan dalam nama saya? Saya yang berusia sudah lebih dari seperempat abad ini belum bisa menjawab dengan baik. Tapi, saya harus berusaha untuk menjadi manusia yang baik layaknya harapan yang terselip dalam nama saya.
Wow!! Lihat! Saya menulis lebih seperempat  abad. Benarkah? Iya, umur saya bisa masuk dalam kategori  tua. Tapi jangan terkecoh! Saat teman-teman melihat foto atau ketemu langsung dengan saya, pasti teman-teman tidak akan percaya kalau saya sudah berkepala dua dan sudah memiliki suami yang begitu baik dan perhatian serta memiliki satu putra yang tampan.
Ketidakpercayaan ini beberapa kali terbukti di tempat saya bekerja, yaitu di Kecamatan. Saat saya mengunjungi instansi Pendidikan atau Kesehatan hal tersebut lagi-lagi terbukti. Iya, beberapa kali saya harus ke Instansi Pendidikan atau Kesehatan, karena saya selain Ibu Rumah Tangga juga nyambi sebagai Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Hal seperti ini kadang membuat saya bahagia dan berbunga-bunga. (Wanita mana yang tidak mau tampil muda?). Tapi hal seperti ini juga membuat saya harus hati-hati dan waspada. Bukan! Ini bukan ke-GR-an soal cantik atau tidak. Karena cantik itu relative. Tapi, wanita muda (wanita muda yang tampak, belum ketahuan atau memang belum berkeluarga) itu lebih rentan untuk digoda dan digombali oleh bapak-bapak berpangkat dan mas-mas ganteng. Maka, di sini harus ada penjagaan hati khusus untuk ibu muda dan mbak-mbak yang masih single. Karena kita tidak pernah tahu sampai mana kekuatan iman dan kekuatan hati kita atas godaan yang menghampiri kehidupan.
Selain mengenalkan diri saya, saya juga ingin mengenalkan sedikit tentang orang terkasih, yaitu suami dan anak.  Suami saya asli Demak-Jawa Tengah. Dan memiliki nama Nuruddin. Kami dipertemukan saat masih belia di sebuah Desa tempat kami menuntut ilmu, yaitu saat kami masih SMA di se Desa Kajen-margoyoso-Pati. Ada yang tahu Desa ini? Desa Kajen cukup populer dengan sebutan kota santri  karena di sana berdiri beberapa bangunan  Pondok Pesantren baik yang sudah berumur  puluhan tahun ataupun baru seumur jagung. Dari sini cerita kami di mulai. Dari sebuah Desa, hingga kami melanjutkan memilih mengejar cita-cita masing-masing. Dan dengan cerita lain namun masih dengan cinta yang sama, Dia datang ke rumah untuk melamar. (Cerita ini komplit, saya rasa tidak cukup untuk diceritakan dalam satu halaman. Dan semoga lain waktu bisa menuliskannya menjadi berpuluh-puluh halaman). Hal itu sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu. Sekarang, kami memiliki putra mungil yang pintar dan sholih. Kalau suatu saat kita diberi kesempatan untuk berjumpa, silahkan panggil anak kami dengan nama Fachri.
Panjangnya saya bercerita, sampai lupa memberi tahu nama panggilan. Dan ini pasti akan membuat teman-teman bingung. Jangan bingung. Sillahkan panggil saya ‘Nur atau Cenung’. Kenapa Cenung? Ini panjang lagi ceritanya. Dan sepertinya harus saya bikin cerita tersendiri di lain waktu. Memang, kalau sudah cerita diri sendiri itu tiada habisnya. Ini saja, rasanya masih banyak yang belum tertulis. Tapi semoga dengan banyak cerita tapi sedikit isi ini bisa mewakili perkenalan saya.

Jangan lupa main kerumah saya ya. Main ke salah satu juga gak apa, namanya juga banyak rumah.hehe
Rumah  : Pelemgede RT 06 RW 02, Pucakwangi, Pati, Jawa Tengah.
FB           : Cenung.hasanah
Twitter : @cenung_ngaos
Ig            : Cenung hasanah
Blog       : Nyum-manis.blogspot.com