Tantangan lagi, every day is tantangan. Ada yang suka? Atau
malah takut? Suka gak suka, takut gak takut, tantangan akan tetap mampir dalam
hidup. So, yuk lakoni tantangan yang ada dalam hidup kita. Dan, jangan lupa
selalu bahagia.
Ngomong soal tantangan, tantangan itu aka nada baik secara
sengaja ataupun di sengaja. Dan, minggu ini tantangan di ODOP 3 adalah
menuliskan tentang kegiatan sehari-hari.
Sebelum lebih lanjut, saya akan menekankan pada diri saya,
bahwa saya harus bersyukur apapun lakon saya, dan bagaimanapun lakon saya.
Saya, seperti cerita di minggu kemarin adalah seorang ibu
rumah tangga yang memiliki kerjaan sampingan, yaitu sebagai Pendamping Program
Keluarga Harapan.
Dua status ini akan melekat pada diri saya setiap saat. Iya,
Pendamping PKH kerjanya begitu, tentang pelayanan kepada masyarakat. Jadi,
setiap saat harus siap jika dibutuhkan. Kecuali saya melepaskan pekerjaan ini,
maka status Pendamping ini akan lepas dari diri saya. Beda lagi dengan ibu
rumah tangga. dak Status ini adalah status kebanggaan yang tidak akan pernah
lepas dari diri seorang wanita yang sudah memiliki keluarga. Tidak akan pernah!
Mau dandan semolek apapun diri saya, saya tetaplah ibu rumah tangga yang
memiliki seabreg kewajiban.
Sehari saya memiliki waktu 24 jam. Dan saya rasa semua
orangpun sama memiliki waktu 24 jam. Satu hal yang membedakan, adalah tentang
bagaimana kita menggunakan waktu yang tidak banyak itu. Setiap hari, saya di
tuntut untuk ‘ngantor’. Tidak lama sebenarnya, cukup dari jam 09.00- 12.00.
selebihnya saya bisa di rumah.
Di luar jam tersebut, saya memang memilih untuk menghabiskan
waktu di rumah. Menata rak buku, menuliskan coretan tak penting, dan spesialnya
saya menghabiskan waktu bersama sang buah hati yang umurnya 2 tahun 5 bulan.
Bermain dengan sang buah hati merupakan surga bagi saya.
Bagaimana tidak? Saya bisa melihat
perkembangannya juga mendengar celoteh lucunya. Sering saya mengajak dia
bermain air yang dikasih pewarna. Dan ini membuat kami bisa tertawa lepas. Permainan
ini sangat menyenangkan, selain bisa untuk hiburan hal tersebut juga bisa
menjadi media belajar mengenal warna.
Saya suka membeli mainan untuk anak, juga membeli buku baik
buku cerita anak ataupun novel dewasa.
Tapi, ternyata dua tahun terakhir ini budget untuk pembelian novel saya
kalahkan dulu demi membeli buku anak. Bahkan saya rela ikut arisan buku demi
mendapatkan buku anak yang bergizi. Kesannya, buang-buang duit ya. Tapi, bagi
saya itu adalah aset. Kenapa begitu? Dengan adanya fasilitas untuk anak maka
kita akan bisa bermain dengan nyaman. Setiap hari, anak saya suka bermain
mobil-mobilan. Dia akan menata berbaris dari depan hingga belakang mobil yang
dia punya. Dari sini kita bisa memainkan peran. Saya pemilik mobil polisi, ayah
pemilik pesawat, dan anak pemilik mobil truk. Maka jadilah kita bermain dengan
seru meski kadang kacau dan gaduh. Jika bosan, kita bisa berpindah ke mainan
lainnya.
Tidak memungkiri, air, tanah, pasir juga menjadi alternative
media mainan kami yang sangat menyenangkan. jika bosan, kami akan mencari yang
lain. Bermain ke rumah tetangga, rumah nenek, atau rumah mbah buyut yang tidak
terlalu jauh.
Main mulu ya? Iya nih. Saya masih satu rumah dengan kedua
orang tua saya. Soal memasak bukan lagi menjadi tanggung jawab saya selagi ibu
saya mampu. Ibu saya memang gitu. Tapi saya dan suami akan turun ke dapur jika
kami ingin makan sesuai yang kami mau.
Anak kecil itu lucu, tapi kadang bikin kesel. Apalagi saat
jiwa remuk, hati kacau. Nah, saat seperti ini saya bisa bekerja sama dengan
suami ataupun orang tua saya. Saya akan melakukan hal yang sekiranya bisa
mengembalikan mood saya. Saya bisa ketemu teman lama untuk sekedar jalan atau
ngobrol kesana kemari atau melakukan hal lain. Pernah suatu ketika ibu saya
menyarankan saya pergi dengan suami, berdua saja. Nanti sang anak bisa di rumah
dengan orang tua saya. Saya sih mau-mau saja, tapi ternyata suami saya tidak
mau. Kalau mau pergi ya sekalian bertiga atau saya main ke rumah teman dan
suami di rumah dengan anak. Hal seperti ini tidak membutuhkan waktu lama, dan
keadaan akan kembali seperti semula.
“Ternyata, punya anak ribet ya. Tidak bisa sebebas saat
masih gadis?” suatu hari keponakan saya bertanya.
Jawaban saya, “Yups, bisa jadi begitu. Tapi kalau kita bisa
menikmati semua akan terasa indah dan keribetan yang muncul akan menjadi bumbu
kehidupan yang nikmat. So, jangan takut punya anak setelah menikah.”.
Asyik juga ya main sama si kecil :D
BalasHapus